NEGARA HUKUM
BY M. AGUS PRASETIYO
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Negara
indonesia merupakan negara yang merdeka pada tanggal 17 agustus 1945. Dengan
perjuangan yang mengorbankan segala-galanya demi kemerdekaan tersebut. Setelah
merdeka maka dibuatkanya sebuah konstitusi sebagai dasar negara, yang dijadikan pedoman bagi setiap elemen(negara) untuk
mewujudkannya. Tetapi perjuangan bangsa
yang hampir 67 tahun ini setelah merdeka, ternyata belum bisa memuaskan publik.
Faktanya, tahun 1999-2002 adanya
amandemen perubahan untuk mengubah konstitusi negara indonesia, dikarenakan
sudah tidak sesuai dengan zamanya serta
banyak kesewenangan – sewenangan yang terjadi pada masa sebelumnya .maka dari
itu, di zaman reformasi menginginkan adanya amandemen UUD NRI 1945. Perubahan
yang paling menonjol adalah mengenai pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945 yang
menyebutkan bahwa :
“Indonesia
ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”.
Dengan
lahirnya negara hukum yang diamanatkan konstitusi ini, indonesia sebagai negara
tidak sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaannya. Dan melahirkan
perkembangan baru bagi penguasa berkewajiban dalam mewujudkan tujuan negara
yang termaktub dalam pembukaan alinea IV UUD NRI 1945.
Maka
dari itu, pemakalah ingin mengetahui lebih jelas mengenai sejarah perkembangan
negara hukum yang seutuhnnya dan bagaimana pelaksanaanya di negara indonesia
ini.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimanakah
sejarah negara hukum?
2. Bagaimanakah
perkembangan negara hukum di indonesia?
C. TUJUAN
PENULISAN MASALAH
1. Untuk
mengetahui lebih jelas pengertian negara
hukum seutuhnnya.
2. Untuk
mengetahui lebih jelas perkembangan negara hukum indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
- SEJARAH
NEGARA HUKUM
ARISTOTELES,
merumuskan Negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin
keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya
kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu
diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegara yang
baik. Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang
mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negaranya .maka menurutnya
yang memerintah Negara bukanlah manusia melainkan “pikiran yang adil”. Penguasa
hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja.
v
Ditinjau dari sudut sejarah,
pengertian Negara hukum berbeda-beda diantaranya :
1.
Negara Hukum
Eropa Kontinental
Negara Hukum Eropa Kontinental ini dipelopori oleh Immanuel Kant. Tujuan Negara hukum menurut Kant adalah menjamin kedudukan hukum dari individu-individu dalam masyarakat. Konsep Negara hukum ini dikenal dengan yaitu ;
Negara Hukum Eropa Kontinental ini dipelopori oleh Immanuel Kant. Tujuan Negara hukum menurut Kant adalah menjamin kedudukan hukum dari individu-individu dalam masyarakat. Konsep Negara hukum ini dikenal dengan yaitu ;
a). Negara hukum liberal, karena Kant dipegaruhi oleh faham liberal yang menentang kekuasaan absolute raja pada waktu itu.
b). Negara hukum dalam arti sempit, karena pemerintah hanya bertugas dan mempertahankan hukum dengan maksud menjamin serta melinungi kaum “Boujuis” (tuan tanah) artinya hanya ditujukan pada kelompok tertentu saja.
c). Nechtwakerstaat ( Negara penjaga malam ), karena Negara hanya berfungsi menjamin dan menjaga keamanan dalam arti sempit( kaum Borjuis).
v
Menurut Kant, untuk dapat disebut
sebagai Negara hukum harus memiliki dua unsure pokok, yaitu :
·
adanya perlindungan terhadap Hak
Azasi Manusia
·
adanya pemisahan kekuasaan
Dalam
perkembangan selanjutnya, ternyata model Negara hukum ini belum memuaskan dan
belum dapai mencapai tujuan, kalau hanya dengan 2 unsur tersebut tidaklah
cukup. Maka Negara hukum sebagai paham liberal berubah ke faham Negara kemakmuran
( Welfarestaat atau Social Service State ) yang dipelopori oleh “FJ STAHL”.
v
Menurut Stahl, seuatu Negara hukum
harus memenuhi 4 unsur pokok, yaitu :
1)
adanya perlindungan terhadap Hak
Azasi Manusia
2)
adanya pemisahan kekuasaan
3)
pemerintah haruslah berdasarkan peraturan-peraturan
hukum
4)
adanya peradilan administrasi
2.
Negara Hukum
Anglo Saxon (Rule Of Law)
Negara Anglo
Saxon tidak mengenal Negara hukum atau rechtstaat, tetapi mengenal atau
menganut apa yang disebut dengan “ The Rule Of The Law” atau pemerintahan oleh
hukum atau government of judiciary.
v
Menurut A.V.Dicey, Negara hukum harus
mempunyai 3 unsur pokok :
1
Supremacy Of Law
Dalam suatu
Negara hukum, maka kedudukan hukum merupakan posisi tertinggi, kekuasaan harus
tunduk pada hukum bukan sebaliknya hukum tunduk pada kekuasaan, bila hukum
tunduk pada kekuasaan, maka kekuasaan dapat membatalkan hukum, dengan kata lain
hukum dijadikan alat untuk membenarkan kekuasaan. Hukum harus menjadi “tujuan”
untuk melindungi kepentingan rakyat.
2
Equality Before The Law
Dalam Negara
hukum kedudukan penguasa dengan rakyat dimata hukum adalah sama (sederajat),
yang membedakan hanyalah fungsinya, yakni pemerintah berfungsi mengatur dan
rakyat yang diatur. Baik yang mengatur maupun yang diatur pedomannya satu,
yaitu undang-undang. Bila tidak ada persamaan hukum, maka orang yang mempunyai
kekuasaan akan merasa kebal hukum. Pada prinsipnya Equality Before The Law
adalah tidak ada tempat bagi backing yang salah, melainkan undang-undang
merupakan backine terhadap yang benar.
3
Human Rights
Human rights, maliputi 3 hal pokok,
yaitu :
a. the rights to personal freedom ( kemerdekaan pribadi), yaitu hak untuk melakukan sesuatu yang dianggan baik badi dirinya, tanpa merugikan orang lain.
b. The rights to freedom of discussion ( kemerdekaan berdiskusi), yaitu hak untuk mengemukakan pendapat dan mengkritik, dengan ketentuan yang bersangkutan juga harus bersedia mendengarkan orang lain dan bersedia menerima kritikan orang lain.
c. The rights to public meeting ( kemerdekaan mengadakan rapat), kebebasan ini harus dibatasi jangan sampai menimbulkan kekacauan atau memprovokasi.
a. the rights to personal freedom ( kemerdekaan pribadi), yaitu hak untuk melakukan sesuatu yang dianggan baik badi dirinya, tanpa merugikan orang lain.
b. The rights to freedom of discussion ( kemerdekaan berdiskusi), yaitu hak untuk mengemukakan pendapat dan mengkritik, dengan ketentuan yang bersangkutan juga harus bersedia mendengarkan orang lain dan bersedia menerima kritikan orang lain.
c. The rights to public meeting ( kemerdekaan mengadakan rapat), kebebasan ini harus dibatasi jangan sampai menimbulkan kekacauan atau memprovokasi.
Persamaan
Negara hukum Eropa Kontinental dengan Negara hukum Anglo saxon adalah keduanya
mengakui adanya “Supremasi Hukum”.
Perbedaannya adalah pada Negara Anglo Saxon tidak terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri sehingga siapa saja yang melakukan pelanggaran akan diadili pada peradila yang sama. Sedangkan nagara hukum Eropa Kontinental terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
Perbedaannya adalah pada Negara Anglo Saxon tidak terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri sehingga siapa saja yang melakukan pelanggaran akan diadili pada peradila yang sama. Sedangkan nagara hukum Eropa Kontinental terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
Selanjutnya,
konsep Rule Of Law dikembangkan dari ahli hukum (juris) Asia Tenggara &
Asia Pasifik yang berpendapat bahwa suatu Rule Of Law harus mempunyai
syarat-syarat :
1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara / prosedur untuk perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
4. Pemilihan umum yang bebas.
5. Kebebasan untuk berserikat / berognanisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan civic / politik.
1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara / prosedur untuk perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
4. Pemilihan umum yang bebas.
5. Kebebasan untuk berserikat / berognanisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan civic / politik.
- Perkembangan Negara Hukum Di Indonesia
Di dalam
negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan
maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan
perundang-undangan atau berdasarkan pada legalitas. Artinya pemerintah tidak
dapat melakukan tindakan pemerintahan tanpa dasar kewenangan.
Unsur-unsur yang berlaku umum bagi setiap negara hukum, yakni sebagai berikut :
Unsur-unsur yang berlaku umum bagi setiap negara hukum, yakni sebagai berikut :
1)
Adanya suatu sistem pemerintahan
negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.
2)
Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan.
3)
Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia
(warga negara).
4)
Adanya pembagian kekuasaan dalam negara.
5)
Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan
(rechterlijke controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan
tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh
eksekutif.
6)
Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota
masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan
pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
7)
Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin
pembagian yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.
Unsur-unsur
negara hukum ini biasanya terdapat dalam konstitusi. Oleh karena itu,
keberadaan konstitusi dalam suatu negara hukum merupakan kemestian. Menurut Sri
Soemantri, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mempunyai
konstitusi atau undang-undang dasar. Negara dan konstitusi merupakan dua
lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Apabila kita
meneliti UUD 1945 (sebelum amademen) di indonesia , kita akan menemukan
unsur-unsur negara hukum tersebut di dalamnya, yaitu sebagai berikut; pertama,
prinsip kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2), kedua, pemerintahan berdasarkan
konstitusi (penjelasan UUD 1945), ketiga, jaminan terhadap hak-hak asasi
manusia (pasal 27, 28, 29, 31), keempat, pembagian kekuasaan (pasal 2, 4, 16,
19), kelima, pengawasan peradilan (pasal 24), keenam, partisipasi warga negara
(pasal 28), ketujuh, sistem perekonomian (pasal 33).
Eksistensi
Indonesia sebagai negara hukum secara tegas disebutkan dalam Penjelasan UUD
1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa :
“Indonesia ialah negara yang berdasar atas
hukum (rechtsstaat)”.
Indikasi bahwa Indonesia menganut konsepsi
welfare state terdapat pada kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan
negara, sebagaimana yang termaktub dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945,
yaitu;
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”.
Tujuan-tujuan
ini diupayakan perwujudannya melalui pembangunan yang dilakukan secara bertahap
dan berkesinambungan dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang.
Prinsip pokok negara hukum menurut
Jimly Asshiddiqie adalah sebagai berikut :
1.
Supremasi Hukum (supremacy of law)
Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip
supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai
pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum (supremacy of law),
pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya, bukanlah manusia,
tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi. Pengakuan normative
mengenai supremasi hukum adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum
dan/atau konstitusi, sedangkan pengakuan empirik adalah pengakuan yang
tercermin dalam perilaku sebagian terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu memang
‘supreme’.
2. Persamaan dalam Hukum (equality
before the law)
Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum
dan pemerintahan, yang diakui secara normative dan dilaksanakan secara empirik.
Dalam rangka prinsip persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminatif
dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang
terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang
dinamakan ‘affirmative actions’ guna mendorong dan mempercepat kelompok
masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar
kemajuan sehingga mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan
kelompok masyarakat kebanyakan yang sudah jauh lebih maju. Kelompok masyarakat
tertentu yang dapat diberikan perlakuan khusus melalui ‘affirmative actions’
yang tidak termasuk pengertian diskriminasi itu misalnya adalah kelompok
masyarakat suku terasing atau kelompok masyarakat hukum adapt tertentu yang
kondisinya terbelakang. Sedangkan kelompok warga masyarakat tertentu yang dapat
diberi perlakuan khusus yang bukan bersifat diskriminatif, misalnya, adalah
kaum wanita ataupun anak-anak terlantar.
3. Asas legalitas
Dalam setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya
asas legalitas dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa
segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan
yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut harus ada
dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi
yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan atau tindakan administrasi
harus didasarkan atas aturan atau ‘rules and procedures’ (regels).
Prinsip normatif demikian nampaknya seperti sangat kaku dan dapat menyebabkan
birokrasi menjadi lamban. Oleh karena itu, untuk menjamin ruang gerak bagi para
pejabat administrasi negara dalam menjalankan tugasnya, maka sebagai
pengimbang, diakui pula adanya prinsip ‘Freies Ermessen’ yang memungkinkan para
pejabat administrasi negara mengembangkan dan menetapkan sendiri ‘beleid-regels’
atau ‘policy rules’ yang berlaku internal secara bebas dan mandiri dalam
rangka menjalankan tugas jabatan yang dibebankan oleh peraturan yang sah.
4. Pembatasan kekuasaan
Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ
Negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau
pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan,
setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi
sewenang-wenang, seperti dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to
corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Karena itu, kekuasaan
selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam
cabang-cabang yang bersifat ‘checks and balances’ dalam kedudukan yang
sederajat dan saling mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain. Pembatasan
kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam beberapa organ
yang tersusun secara vertical. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi
dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang memungkinkan
terjadinya kesewenang-wenangan.
Idealitas
negara berdasarkan hukum ini pada dataran implementasi memiliki karakteristik
yang beragam, sesuai dengan muatan lokal, falsafah bangsa, ideologi negara, dan
latar belakang historis masing-masing negara. Oleh karena itu, secara historis
dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai model seperti negara
hukum menurut Qur’an dan Sunnah atau nomokrasi Islam, negara hukum menurut
konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechtsstaat, negara hukum menurut
konsep Anglo-Saxon (rule of law), konsep socialist legality, dan konsep negara
hukum Pancasila.
Menurut
Philipus M. Hadjon, karakteristik negara hukum Pancasila tampak pada
unsur-unsur yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1)
Keserasian hubungan antara
pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan
2)
Hubungan fungsional yang proporsional antara
kekuasaan-kekuasaan negara;
3)
Prinsip penyelesaian sengketa secara
musyawarah dan peradilan merupakan sarana ter-akhir;
4)
Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Berdasarkan
penelitian Tahir Azhary, negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai
berkut :
1)
Ada hubungan yang erat antara agama
dan negara;
2)
Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa;
3)
Kebebasan beragama dalam arti positip;
4)
Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme
dilarang;
5)
Asas kekeluargaan dan kerukunan.
Meskipun
antara hasil penelitian Hadjon dan Tahir Azhary terdapat perbedaan, karena
terdapat titik pandang yang berbeda. Tahir Azhary melihatnya dari titik pandang
hubungan antara agama dengan negara, sedangkan Philipus memandangnya dari aspek
perlindungan hukum bagi rakyat. Namun sesungguhnya unsur-unsur yang dikemukakan
oleh kedua pakar hukum ini terdapat dalam negara hukum Indonesia. Artinya
unsur-unsur yang dikemukakan ini saling melengkapi.
BAB III
PENUTUP
- SIMPULAN
Negara
hukum merupakan pilihan sebuah negara berdasarkan sejarah yang pernah dilalui,
dan ingin menciptakan negara yang aman dan sejahtera. Dimana penguasa negara
tidak berbuat sewenang-wenang, dan mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan
rakyatnya. Selain itu negara hukum merupakan amanah dari sebuah konstitusi
sebuah negara tak terkecuali negara indonesia. Mengenai amanat negara hukum
tersebut ada dalam pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa :
“Indonesia ialah negara yang berdasar atas
hukum (rechtsstaat)”.
Dengan
perwujudannya tersebut, negara menginginkan penguasa tidak bertindak
sewenang-wenang karena segala tindakanya
harus berdasarkan undang-undang. Dan mempunyai kewajiban untuk mewujudkan
tujuan negara yang termaktub dalam pembukaan alinea IV UUD NRI 1945.
- SARAN
Penguasa
negara harus bisa memproyeksikan dan men-real-kan(menjadi kenyataan) sebuah
tujuan negara yang termaktub dalam alinea IV UUD NRI 1945. Dengan tidak
bertindak sewenang-wenang.
Rakyat
juga harus membantu mewujudkannya dengan mematuhi segala peraturan
perundang-undangan yang ada dalam negara indonesia, serta membantu pemerintah
dalam mewujudkannya negara aman. Adil, sejahtera, dan makmur.
Maka
dari itu, harus ada kerjasama kesinambungan berkelanjutan antara penguasa negara dan rakyat dalam membangun negara
indonesia ini. Penguasa negara menyediakan sarana dan prasarana, serta
infrastruktur yang memadai. Sehingga rakyat mempunyai lapangan pekerjaan yang
banyak untuk pemenuhan hidupnya. Serta adanya timbal balik dari rakyat berupa
pajak, sebagai devisa negara yang digunakan
untuk pembangunan bangsa sehingga apa yang dicita-citakan negara dalam
pembukaan alinea IV UUD NRI 1945 dapat tercapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Literatur
:
UUD
NRI 1945
Download
Internet :
0 komentar:
Posting Komentar