ARTIKEL : ANALISIS KENAIKAN BBM BY ADI FEBRIYANTO


ANALISIS KENAIKAN BBM BY ADI FEBRIYANTO

JAKARTA - Wakil Ketua Umum partai Gerindra Fadli Zon menilai program bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi atas rencana penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi hanya akal-akalan pemerintah.

Penaikan harga BBM justru akan semakin mendekatkan persaingan dengan SPBU asing.

"Itu (BLSM) cuma akal-akalan untuk menyuap rakyat, supaya rakyatcooling down selama 6-9 bulan. Ini cara pikir yang ngawur, tidak sistematika dan tidak menyeluruh," tagas Fadli saat ditemui di Jakarta, hari ini.

Ia mengatakan, pemerintah semestinya bisa mempertahankan harga BBM saat ini. "Ini kan salahnya pemerintah. Kenapa dari dulu enggak bikin refinery (stasiun pengolahan kilang minyak)," katanya.

Fadli menegaskan, partainya akan tetap menolak penaikan harga BBM dalam rapat paripurna mendatang.

"Kita akan lihat, siapa yang berjuang untuk kepentingan rakyat, dan siapa yang untuk pemerintah. Yang berjuang untuk rakyat akan menolak BBM, yang berjuang untuk pemerintah akan menaikan BBM," ujar Fadli.

Ia menambahkan, penaikan harga BBM hanya akan memperparah penguasaan sektor hilir, terutama kepemilikan SPBU oleh asing. Public Service Obligation(PSO) yang diamanahkan kepada SPBU Pertamina tidak akan berbeda dengan SPBU milik asing yang mulai marak saat ini.

"Kalau kita lihat, jumlah SPBU Pertamina memang banyak. Tapi tidak semua punya Pertamina, sebagian itu franchise (waralaba) dan mungkin saja dijual ke SPBU asing. Dengan demikian harga BBM kita akan dilepas ke pasar lagi," katanya. (waspada.co.id)

ANALISIS
Apabila kita menghadapkan permasalahn diatas pada teori volksgeist ciptaan Friederich Carl von Savigny. Maka kita akan menemukan beberapa permasalahan. Yang pertama yakni, kenaikan BBM yang jelas tidak sesuai dengan jiwa bangsa (dalam hal ini jiwa rakyat kecil), karena dengan naiknya BBM, menimbulkan efek domino pada harga kebutuhan pokok yang lain. Yang kedua yaitu, BLSM yang tidak menyelesaikan permasalahan utama. Dan yang ketiga adalah, masuknya usaha asing dalam memainkan peranan yang seharusnya dipegang penuh oleh negara.
Dari permasalahn-permasalah tersebut, kita bisa memahami, bahwa hukum tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Sekalipun dari sisi ekonomi, kenaikan BBM dapat “menyelamatkan” APBN, tapi dampak sosialnya akan mempengaruhi kebudayaan (gaya hidup) dari masyarakat luas. Seperti yang kita ketahui, bahwa, apapun keputusan yang dibuat pemerintah akan menimbulkan timbal-balik dari masyarakatnya. Apabila, diawali dengan baik maka diakhiri dengan baik, begitupun sebaliknya.
Jika dilihat dari sejarah hukumnya, Indonesia merupakan negara kaya sumberdaya, kultur budya yang baik diantara pemimpin dan anak buahnya. Merupakan hal yang ironis, jika hanya karena sebuah keputusan, membuat seluruh negeri menggema dalam kepedihan. Oleh karena itu,seyogyanya, sebelum menentukan keputusan yang sangat penting itu, perlu melihat struktur kehidupan yang ada dimasyarakat.
Kemudian kita tinjau dari datangnya usaha asing. Dengan naiknya BBM, maka terbukalah peluang bagi asing untuk datang sebagai “pahlawan” yang memberikan harapan berupa, penambangan minyak (-BBM naik karena minyak kurang di Indonesia-), dan mulai mengendalikan SPBU yang ada. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan jiwa bangsa (volksgeist) dan juga ketentuan dalam UUDNRI pasal 33. Dalam kebudayaan Indonesia adalah untuk bergotong royong dengan siapapun, bukan diperalat siapapun.

0 komentar:

Posting Komentar