ARTIKEL : KIAT BERBICARA DI DEPAN UMUM BY LENSA SYLVIANI PRASETYO


KIAT BERBICARA DI DEPAN UMUM 
BY LENSA SYLVIANI PRASETYO
Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain.Sedangkan pada hakikatnya berbicara merupakan suatu proses berkomunikasi sebab didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dalam proses komunikasi, komunikator menyampaikan pesan dan komunikan memberikan umpan balik. Umpan balik ini dapat berisi hal yang positif sebagai tanda mengerti pesan yang disampaikan, atau hal yang negatif sebagai tanda salah mengerti, atau bertanya sebagai tanda tidak mengerti. Berbicara merupakan bagian dari komunikasi. Jika umpan balik dalam proses komunikasi itu lebih bersifat positif, berarti penyampaian pesan komunikator telah efektif..
Bagi sebagian orang sepakat bahwa tampil di depan umum merupakan sesuatu yang menakutkan karena ketidaksiapan serta ketidakmampuan untuk tampil percaya diri.Padahal sebenarnya berbicara itu penting untuk menyampaikan maksud atau pesan kepada orang lain. Tetapi tidak semua orang pandai berbicara, dan kalau pun berbicara tidak didengarkan dan diperhatikan orang lain. Sebaliknya, ada sebagian orang yang jika berbicara bisa membuat pendengarnya terkesima, seolah terhipnotis, tidak saja oleh isi pembicaraannya, tetapi juga oleh kedahsyatan kata yang dipilihnya dan gaya bicaranya yang memukau. Banyak orang sukses karena kepiawiannya berbicara kendati isinya hal-hal biasa-biasa saja. Sebaliknya, banyak orang gagal menyampaikan hal-hal baik karena ketidakcakapannya menyampaikan gagasan tersebutPadahala berbicara di depan umum bisa dipelajari dan dilatih agar terbiasa dan tidak gugup saat diminta tampil di muka umum.
Berbicara bukan pekerjaan sederhana. Ia memerlukan seni dan ketrampilan tinggi untuk menjadikan pembicaraan efektif dan memperoleh perhatian pendengar, lebih-lebih jika berbicara di depan publik. Cara berbicara seseorang mengundang penilaian orang lain dan menggambarkan siapa dia yang sesungguhnya. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika para ahli sosiolinguistik mengatakan bahwa semua yang kita miliki (harta, profesi, jabatan, identitas diri dan sebagainya) bisa kita sembunyikan rapat-rapat, tetapi kita tidak akan pernah bisa menyembunyikan cara bicara kita. Sebab, pemilihan kosa kata, cara menyampaikannya, tekanan kata dan intonasi kalimat, dan kecepatan berbicara semuanya menggambarkan siapa sebenarnya yang berbicara itu. Apakah orang terdidik, profesional, atau orang biasa-biasa saja.
Khusus berbicara di depan publik tampaknya diperlukan kiat tersendiri. Kita sering melihat orang berbicara di panggung dengan penuh percaya diri dan memukau sehingga membuat tepuk tangan pendengarnya. Itu pertanda pembicaranya hebat. Sebaliknya, sebagaimana telah diungkap di depan, banyak orang grogi, gemetar, gugup, malu, membosankan, dan monoton ketika di depan publik sehingga seolah mereka berbicara dengan diri mereka sendiri. Padahal, secara akademik mereka berpendidikan cukup dengan kemampuan nalar yang bagus. Bagi pendengarnya, model bicara seperti itu sangat membosankan dan bagi pembicaranya sendiri merupakan beban sangat berat. Panggung yang mestinya menjadi medan ekspresi diri berubah menjadi panggung siksaan yang menyakitkan.
Pembicara hebat bukan terlahir, walau ada orang yang memang punya bakat untuk itu. Tetapi kemampuan bicara memerlukan latihan dan pengetahuan serta ketrampilan. Dari pengalaman berbicara di forum-forum besar dengan banyak hadirin dan juga dari pembacaan banyak referensi tentang kiat sukses berbicara di depan publik ada benang merah yang bisa ditarik. Ada beberapa factor yang menyebabkan orang merasa kesulitan ketika mereka berbicara di depan umum salah satunya adalah kecemasan dalam berbicara. .  Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman ataupun rasa takut atau kekhawatiran yang menghinggapi orang ketika mereka menghadapi audiens/public.Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri di dalam lingkungan pada umumnya. Kecemasan berbicara di depan umum juga termasuk dalam kategori kecemasan social seperti timbulnya perasaan tak nyaman dalam kehadiran individu-individu lain, yang selalu disertai oleh perasaan malu yang ditandai dengan kejanggalan/kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari interaksi social.
1.    Pemilihan kata
Walaupun hanya memiliki porsi sebesar 7%, namun kata-kata mampu memberi dampak yang kuat baik bagi pembicara maupun audiensnya. Pemilihan kata yang tepat bisa memotivasi, menggerakkan hati audiens, dan bahkan mampu mengubah dunia. Sebaliknya, pemilihan kata yang tidak tepat bisa berakibat fatal. Kata-kata yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan latar belakang audiens. Kata-kata yang terlalu rumit dengan menggunakan istilah-istilah yang tidak umum atau jargon-jargon  sebaiknya dihindari, kecuali kalau kita berbicara dalam satu lingkup yang sama. Hal penting yang tidak bisa dilupakan adalah mempertimbangkan suasana yang akan kita hadirkan. Apakah suasananya formal, semiformal, atau santai? Tentu saja, kata dan kalimat yang akan kita gunakan pun berbeda, bergantung atas suasananya.
2.Suara
Suara adalah salah satu aspek penting bagi seorang pembicara. Suara bisa dijadikan untuk mengenali ciri khas seseorang. Bisa dikatakan, suara merupakan cerminan citra diri seseorang. Ada 6 aspek mengenai suara yang sebaiknya kita perhatikan. Yakni:  kecepatan, volume, titinada, pengucapan (artikulasi), dan jeda .
a)  Kecepatan berbicara yang normal adalah 110-130 kata per menit. Jadi, temukan kecepatan berbicara yang nyaman dengan mengasah kemampuan mengubah ubah kecepatan berbicara. Tujuan mengelola kecepatan berbicara ini adalah agar audiens memahami pentingnya arti suatu kata yang kita ucapkan.
b) Volume adalah kekerasan suara.Volume suara pada saat berbicara di muka umum sebaiknya disesuaikan dengan situasinya. Volume pun bisa diubah-ubah dari berbisik, lantang, hingga teriak yang bertujuan untuk mengekspresikan atau menggugah emosi audiens.
c) Titinada adalah tinggi rendah dan irama suara. Pengelolaan titinada secara benar akan menghindarkan kejenuhan audiens saat mendengarkan. Nada suara yang bervariasi tinggi, sedang, rendah akan membuat audiens menyimak dan memahami dengan benar terhadap materi yang kita sampaikan. Tinggi-rendah nada suara juga turut memengaruhi kesan formal atau rileks. Nada suara rendah lebih formal dan nada yang tinggi terdengar lebih bersemangat.
d) Artikulasi  diartikan  sebagai kemampuan melafalkan huruf-huruf  dari kata kata dengan benar. Seorang pembicara harus memiliki artikulasi yang  jelas dan benar, karena kesalahan artikulasi bisa menyebabkan arti yang berbeda dari kalimat yang disampaikan.
e) Jeda dalam berbicara bisa menjadi aspek penting untuk memperjelas atau menunjukkan bahwa kata atau kalimat yang kita ucapkan itu penting, sehingga audiens dapat mencerna materi yang kita sampaikan.
3.   Visual
Aspek yang memiliki prosentase terbesar yaitu 55% ini meliputi penampilan, ekspresi wajah, bahasa tubuh seperti cara berdiri, gerakan tangan dan mata. Di sini bisa kita artikan bahwa orang menangkap informasi bukan dari apa yang didengar melainkan dari apa yang mereka lihat terlebih dahulu. Penampilan sangat menentukan bagi audiens dalam memberikan respons kepada pembicara.
a) Penampilan seorang pembicara pada prinsipnya adalah rapi, sopan, serasi, nyaman, dan tidak berlebihan dari ujung rambut sampai ke ujung sepatu. Serasi di sini adalah sesuai dengan situasi, audiens dan tema acara maupun kepantasan untuk diri kita.
b) Bahasa tubuh kita mengekspresikan banyak hal tentang diri kita. Apakah kita orang yang ramah, sombong, penuh semangat, berwibawa, cerdas, hangatan, masa bodoh, penakut dan lain-lain bisa dilihat dari bahasa tubuh kita. Seorang pembicara seharusnya mampu mengendalikan bahasa tubuhnya dengan baik dan benar, natural dan ekspresif. Berdiri dan berjalanlah dengan tegak, dada tegap, bahu rileks, dan langkah yang mantap.
c) Saat berbicara di muka umum tentunya kita berbicara dengan sekelompok orang. Dan kewajiban kita adalah membuat setiap orang merasa diakui keberadaannya. Untuk itu, adakan kontak mata yang ramah dan merata kepada semua audiens yang ada saat berbicara sehingga mereka merasa kita menghargai keberadaannya.
d) Ekspresi wajah yang diharapkan oleh audiens dari seorang pembicara adalah wajah yang ramah, menyenangkan, dan tulus. Rahasia paling umum adalah dengan ”tersenyum”.  Awalilah pertemuan dengan tersenyum karena senyuman membantu kita lebih nyaman dan rileks serta membawa suasana hati yang menyenangkan bagi audiens..
Oleh karenanya penggunaan kata merupakan dasar komunikasi. Dalam kenyataannya, keberhasilan suatu pembicaraan tidak hanya ditentukan oleh penggunaan kata saja, tetapi juga penggunaan nonkata yang justru sangat berpengaruh. Sebab, ketika berbicara di muka umum, dengan audiens langsung berada di depan kita, bahasa tubuh dan semua aspek nonverbal sangat menunjang apa yang kita keluarkan dari mulut kita. Apalagi sebagai pembicara di muka umum, kita bukan seorang penyiar yang hanya dibutuhkan suaranya saja oleh pendengar.

0 komentar:

Posting Komentar