MAKALAH : IMPLEMENTASI AUPB DALAM UNDANG-UNDANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA BY NABILA L. RAHMA, DKK


IMPLEMENTASI AUPB DALAM UNDANG-UNDANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
BY NABILA L. RAHMA, DKK

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu undang-undang yang mengatur lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung.
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah meletakkan dasar kebijakan bahwa segala urusan peradilan, baik menyangkut teknis yudisial maupun non yudisial yaitu urusan organisasi, administrasi, dan finansial berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung. Ketentuan hukum tersebut bersumber dari kebijakan yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang KekuasaanKehakiman sebagaimana dikehendaki oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Akan tetapi seiring dengan perubahan ketatanegaraan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat, maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah mengalami revisi. Revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dimuat dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Perubahan signifikan menyangkut 2 hal yaitu perubahan di bidang pembinaan kelembagaan dan perubahan di bidang teknik yustisial.
Revisi UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara banyak membawa perubahan penting terhadap hukum acara peradilan tata usaha negara. Paling tidak ada tiga perubahan substansial dalam hukum acara PTUN yang diatur dalam perubahan undang-undang ini.
 Pertama, pengaturan mengenai juru sita. Kedua, pasal tentang sanksi bagi pejabat yang tidak bersedia melaksanakan putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap. Dan ketiga, salah satu implilaksi dari Undang-Udang Nomor 9 Tahun 2004 terhadap hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah berkaitan dengan alasan gugatan ( beroepsgrunden) yaitu dimasukannya asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) sebagai salah satu alasan yang dapat digunakan untuk menggugat Keputusan Tata Usaha Negara ( vide pasal 53 ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004).


Dengan masuknya AAUPB dalam Suatu ketentuan peraturan perundangundangan maka AAUPB telah dijadikan sebagai norma hukum positif yang dapat dijadikan sebagai alasan gugatan, dan disisi lain juga akan dijadikan sebagai alat yuridis untuk menguji KTUN oleh Hakim PTUN.

Berkaitan dengan AAUPB, dalam undang-undang Peradilan Tata Usaha
Negara yang baru yaitu UU No. 9 tahun 2004, AAUPB dijabarkan dalam Penjelasan pasal 53 Ayat (2) yang selengkapnya berbunyi:

Pasal 53:
(1) Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi
(2) Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) adalah:
a.       Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan       peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.      Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Yang dimaksud dengan ‘’ Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik’’ adalah meliputi asas :

a.       Asas Kepastian hukum
b.      Asas Tertib penyelenggaraan negara
c.       Asas Keterbukaan
d.      Asas Proporsionalitas
e.       Asas Profesionalitas, dan
f.       Asas Akuntabilitas

Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.


2.      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1)      Bagaimanakah implementasi Asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam Peradilan Tata Usaha Negara
2)      Apakah dalam mengambil keputusan, hakim mempertimbangkan asas-asas pemerintahan yang baik tersebut
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Implementasi Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Terhadap PTUN
Keberadaan asas-asas umum pemerintahan yg layak, memang belum diakui secara yuridis formal, sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika RUU No 5 tah 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas asas tersebut dimasukkan sebagai alasan gugatan terhadap keputusan badan/pejabat tata usaha Negara, akan tetapi usulan ini tidak diterima oleh pemerintah. Alasannya adalah pada waktu itu Indonesia belum mempunyai tradisi yg kuat mengakar seperti halnya dinegara-negara continental.
Meskipun belum memiliki sandaran yuridis formal, akan tetapi dalam praktek peradilan terutama pada PTUN asas-asas ini telah diterapkan. Asas-asas ini dapat digunakan dalam praktek peradilan di Indonesia karena memiliki sandaran dalam pasal 10 UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “ (1)  Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa danmengadilinya. (2)  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.”. Dengan ketentuan pasal ini maka asas-asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia.
Menurut Koentjoro Purbopranoto dan SF. Marbun, macam dari asas-asas pemerintahan yang baik adalah sebagai berikut:
·         Asas kepastian hukum
·         Asas keseimbangan
·         Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
·         Asas bertindak cermat
·         Asas motivasi untuk setiap keputusan
·         Asas tidak mencampuradukkan kewenangan
·         Asas permainan yang layak
·         Asas keadilan dan kewajaran
·         Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar
·         Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal
·         Asas perlindungan atas pendangan atau cara hidup pribadi
·         Asas kebijaksanaan
·         Asas penyelenggaraan kepentingan umum

1.      Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum memiliki dua aspek. Yang satu lebih bersifat bersifat hukum material, yang lain bersifat formal. Asas ini memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki daripadanya. Unsure ini memegang peran misalnya pada pemberian kuasa surat-surat perintah secara tepat dan dengan tidak mungkin adanya berbagai tafsiran yang dituju harus dapat terlihat, kewajiban-kewajiban apa yang  dibebankan padanya.

2.      Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Di Indonesia asas keseimbangan ini terdapat contoh dalam hukum positif yang berisi criteria pelanggaran dan penerapan sanksinya sebagaimana terdapat dalam pasal 6 PP No. 30 Tahun 1980 tentang peraturan disiplin pegawai. Didalam pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
·         Hukum disiplin ringan berupa:
ü  Teguran lisan
ü  Teguran tertulis
ü  Pernyataan tidak puas secara tertulis

·         Hukuman disiplin sedang:
ü  Penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 tahun
ü  Penurunan gaji yang besarnya satu kali kenaikan gaji berkala paling lama 1 tahun
ü  Penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 tahun

·         Hukuman disiplin berat:
ü  Penurunan pangkat yang setingkat lebih rendah paling lama 1 tahun
ü  Pembebasan dari jabatan
ü  Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS

3.      Asas Kesamaan Dalam Mengambil Keputusan
Asas ini menghendaki agar badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (tidak bertentangan) atau kasus-kasus yang faktanya sama. Karena tidak ada kasus yang mutlak sama, maka ketika pemerintah menghadapi berbagai kasus yang nampaknya sama, ia harus bertindak cermat untuk mempertimbangkan titik-titik persamaan. Pemerintah dapat pula menerapkan KTUN yang pernah dikeluarkan pada kasus yang faktanya sama. Akan tetapi bukan berarti dapat menetapkan suatu KTUN yang salah atau keliru, yang pernah dikeluarkan untuk kasus-kasus sebelumnya.


4.      Asas Bertindak Cermat Atau Asas Kecermatan
Asas ini menghendaki agar pemerintah bertindak cermat dalam melakukan berbagai aktivitas, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga Negara. Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan sebelum mengambil ketetapan, meneliti semua fakta yang relevan dan memasukkan pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya.
Contoh putusan PTUN yang berkaitan dg asas kecermatan:
Putusan PTUN Palembang No 16/PTUN/G/PLG/1991 mengenai gugatan seorang pegawai Universitas Bengkulu terhadap Rektor yang telah memutasikan dirinya dari jabatan tanpa dibuktikan kesalahannya dulu. Tindakan rector dipersalahkan karena dalam keputusannya melanggar asas kecermatan formal.

5.      Asas Motivasi Untuk Setiap Keputusan
Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan pemerintah harus mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar keputusan tersebut.
Asas pemberian alasan ini dapat dibedakan dalam tiga sub varian sebagai berikut:
·         Syarat bahwa suatu ketetapan harus diberi alasan
·         Ketetapan harus memiliki dasar fakta yang teguh
·         Pemberian alasan harus cukup dapat mendukung

6.      Asas Tidak Mencampuradukkan Kewenangan
Setiap pejabat pemerintah, memiliki kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku atau berdasarkan asas legalitas. Dengan wewenang yang diberikan pemerintah melakukan tindakan-tindakan hukum dalam rangka melayani atau mengatur warga Negara. Artinya, asas tidak mencampuradukkan kewenangan ini menghendaki agar pejabat pemerintahan tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku.
Di dalam UU No 5 Tahun 1986, terdapat dua jenis penyimpangan penggunaan wewenang yaitu penyalahgunaan wewenang dan sewenang-wenang, yang disebutkan dalam pasal 53 (2) huruf b dan c yang berbunyi:
b.  Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya utk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut.
c.  Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.

7.      Asas Permainan Yang Layak
Asas ini menghendaki agar warga Negara diberi kesempatanyang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi.
Hal yang bisa dijadikan dasar gugatan dalam rangka mencari keadilan adalah pasal 53 UU No 9 Tahun 2004 yang berbunyi “Pasal 53 (1) Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan (2) batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.”.

8.      Asas Keadilan Dan Kewajaran
Asas ini menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi Negara selalu memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran. Asas keadilan menuntut tindakan secara proporsional, sesuai, seimbang, dan selaras dengan hak setiap orang. Sedangkan asas kewajaran menekankan agar aktivitas pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku ditengah masyarakat.
Implementasi asas keadilan dalam KTUN dapat ditemui dalam pasal 2 (1) UU No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “peradilan dilakukan demi KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.”.

9.      Asas Kepercayaan Dan Menanggapi Pengharapan Yang Wajar
Asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga Negara. Oleh karena itu aparat pemerintah harus memperhatikan asas ini sehingga jika suatu harapan terlanjur sudah diberikan kepada warga Negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.

10.  Asas Meniadakan Akibat Suatu Keputusan Yang Batal
Asas ini berkaitan dengan pegawai yang dipecat dari pekerjaannya. Seorang pegawai yang di pecat karena di duga melakukan kejahatan tetapi setelah dilakukan proses pemeriksaan di pengadilan, ternyata pegawai yang bersangkutan tidak bersalah, maka pegawai tersebut harus dikembalikan lagi pada pekerjaan semula. Bahkan, tidak hanya sekedar harus ditempatkan kembali, tetapi juga harus diberi ganti rugi danharus direhabilitasi nama baiknya.
Dalam kaitannya dengan UU No 5 Tahun 1986 Tentang PTUN, ganti rugi dan rehabilitasi diatur dalam pasal 120 dan 121.
Bagian Keenam
Ganti Rugi
Pasal 120
 (1)  Salinan putusan Pengadilan yang berisi kewajiban membayar ganti rugi dikirimkan kepada penggugat dan tergugat dalam waktu tiga hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
 (2)  Salinan putusan Pengadilan yang berisi kewajiban membayar ganti rugu sebagaimanan dimaksud dalam ayat (1) dikirimkan pula oleh pengadilan kepada badan atau pjebat tat usaha Negara yang dibebani kewajiban membayar ganti rugi tersebut dalam waktu tiga hari setelah putusan pengadilan mamperoleh kekuatan hukum tetap.
 (3)  Besarnya ganti rugi beserta tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (10) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Ketujuh
Rehabilitasi
Pasal 121
(1)  Dalam hal gugatan yang berkaitan dengan bidang kepegawaian dikabulkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (11), salinan  putusan pengadilan yang berisi kewajiban tentang rehabilitasi dikirimkan kepada penggugat dan tergugat dalam waktu tiga hari setelah putusan itu memperolah kekuatan hukum tetap.

(2)  Salinan putusan Pengadilan yang berisi kewajiban tentang rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirimkan pula oleh pengadilan kepada badan atau pejabat tata usaha Negara yang dibebani kewajiban melaksanakan rehabilitasi tersebut dalam waktu tiga hari setelah putusan itu memperolah kekuatan hukum tetap.

11.  Asas Perlindungan Atas Pandangan Atau Cara Hidup Pribadi
Asas ini menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap pegawai negeri. Bagi bangsa Indonesia tentunya penerapan asas ini harus pula dikaitkan dengan system keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, atau sebagaimana disebutkan Kuntjoro Purbopranoto, asas tersebut harus disesuaikan dengan pokok-pokok Pancasila dan UUD 1945.

12.  Asas Kebijaksanaan
Asas ini menghendaki agar pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya diberi kebebasan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada perundang-undangan formal. Karena perauturan perundang-undangan formal dan hukum tertulis selalu membawa cacat bawaan yang berupa tidak fleksibel dan tidak dapat menampung semua persoalan seta cepat ketinggalan zaman, sementara perkembangan masyarakat bergerak dengan cepat.
Bahwa dalam tugas mengabdi kepada kepentingan umum, badan-badan pemerintah tidak perlu menunggu instruksi dalam bertindak. Menurut Koentjoro Purbopranoto, asas kebijaksanaan ini jangan dikaburkan pengertiannya dengan  freies ermessen, sebab  freies ermessen  pada hakikatnya memberikan kebebasan bertindak pada pemerintah dalam menghadapi situasi yang konkrit, sedangkan kebijaksanaan merupakan suatu pandangan yang jauh ke depan dari pemerintah sehingga justru  freies ermessen harus didasarkan pada asas kebijaksanaan.

13.  Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum
Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum, yakni kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang banyak.

B.     Putusan Hakim Berdasarkan Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 penggunaan asas-asas umum pemerintahan yang baik, penerapannya didasarkan atas ketentuan pasal 14 jo. Pasal 27 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman dan Petunjuk Mahkamah Agung (Juklak) tanggal 24 Maret 1992 Nomor : 052/Td.TUN/II/1992 ,hal ini disebabkan pasal 53 ayat 2 undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tidak secara tegas mencantumkan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai salah satu alasan untuk menggugat Keputusan Tata Usaha Negara, dengan dimasukannya asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam ketentuan undang-undang, dengan demikian asas-asas umum pemerintahan yang baik telah mempunyai landasan yang kuat secara yuridis formal.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas berkaitan dengan perlu atau tidak pencantuman AAUPB dalam dictum putusan, dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (Juklak) No. 52 Tahun 1992 dinyatakan bahwa:
Di dalam hal hakim mempertimbangkan adanya Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik sebagai alasan pembatalan penetapan, maka hal   tersebut tidak perlu dimasukkan dalam diktum putusannya, melainkan cukup dalam pertimbangan putusan dengan menyebutkan asas mana dari Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik yang dilanggar dan akhirnya mengacu pada pasal 53 Ayat (2)”.
Mengenai persoalan hukum wajib atau tidaknya AAUPB dicantumkan dalam amar atau diktum putusan menurut penulis harus dikembalikan lagi pada ketentuan normatif atau harus mengacu pada ketentuan undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu UU Nomor 5 tahun 1986 jo UU Nomor : 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang tercantum dalam Pasal 97.
Dengan mengacu pada ketentuan pasal 97 tersebut diatas dalam hal hakim mempertimbangkan adanya Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebagai alasan pembatalan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, maka hal tersebut tidak perlu dimasukkan dalam diktum putusan, melainkan cukup dalam pertimbangan putusan dengan menyebutkan asas mana dari Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik yang dilanggar.
   
DAFTAR PUSTAKA
  AAUPB Sebagai Dasar Pengujian Dan Alasan Menggugat Keputusan Tata Usaha Negara, I Gede Eka Putra.
HR. Ridwan, Hukum administrasi Negara. 2003. Yogyakarta: UII Press
Undang-undang Nomer 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman
Undang-undang Nomer 5 Tahun 1986 Tentang Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-undang Nomer 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Kedua Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-undang Nomer 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Pertama Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara

1 komentar:

{ Desain Interior } at: 30 Juli 2019 pukul 13.52 mengatakan...

Cara menghasilkan uang tambahan, gabung yuk
« DetikTrade » Forex Trading Indonesia

Trading Forex Indonesia| Trading Forex Terpercaya | Trading Online Indonesia

1. Akun Demo Gratis
2. minimum Deposit 50.000
3. Bonus Deposit 10% ( T&C Applied )
4. Customer support 24jam /7 hari
5. Trading Platform Web-Browser Based
6. Proses Deposit & withdrawal cepat
7. Pembayaran profit up to 80%
8. Bonus Referral 1%

DETIKTRADE

Trading lebih mudah & Rasakan pengalaman Trading dengan profit mudah . Bergabunglah Sekarang di DetikTrade
WA : 087752543745

Posting Komentar