Hapus “ Yang Miskin Dilarang Sakit“ BY DWI FAUZIAH
Sungguh
memprihatikan apabila kita melihat bangsa kita saat ini. Kesejahteraan suatu
bangsa dapat dirasakan apabila masyarakatnya hidup dalam kemakmuran tentunya
dengan biaya hidup yang tidak mahal. Akan tetapi, apa yang terjadi saat ini? Banyaknya
uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan mereka malah
dikorupsi secara berjamaah. Moral bangsa seakan-akan telah hilang dengan adanya
korupsi yang hampir menjadi suatu budaya baru. Sehingga rakyat kecillah yang
harus menanggung akibatnya. Mereka tak dapat merasakan kesejahteraan hidup, khususnya
dalam kesejahteraan kesehatan.
Untuk
sehat mereka membutuhkan perjuangan keras. Mahalnya biaya kesehatan sangat
berat dipikul oleh mereka. Pemerintah yang seharusnya menjadi tonggak
kesejahteraan seakan lepas tangan. Adapun salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah yaitu adanya UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dasar dalam
pembuatan undang-undang ini sudah bagus, bahwa kesehatan merupakan hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan
cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selain
itu juga ada UU Nomor 40 Tahun 2006 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang
mendasarkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.
Akan tetapi, bagaimana dengan implementasinya,apakah
sudah tepat sasaran? Lalu bagaimana dengan isinya, pro atau kontra dengan suara
rakyat?
Permasalahan di ataslah yang harus
segera ditangani oleh pemerintah. Jangan sampai membuat suatu peraturan maupun
kebijakan hanya untuk mencari muka yang ujung-ujungnya rakyat kecillah yang
menderita. Hasilnya pun tak ada jaminan kesehatan yang maksimal untuk mereka.
Padahal derita seorang rakyat kecil merupakan derita suatu bangsa. Tidak
malukah pemerintah? Lupakah mereka bahwa kekuasaan mereka tak lain rakyatlah
yang memilih. Jangan sampai “ habis manis sepah dibuang “.
Selain
itu, adanya program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), belum sepenuhnya
dirasakan oleh rakyat kecil. Justru datanya tidak valid dan tidak tepat
sasaran. Ini dikarenakan adanya permasalahan di daerah yang muncul seperti data
sasaran tidak sesuai, peserta sudah meninggal dunia, penduduk baru akibat
kelahiran, perubahan tingkat sosial ekonomi, dan lain-lain. Alih-alih mempunyai
Kartu JAMKESMAS, mereka masih dipersulit untuk mendapatkan pelayanan oleh pihak
rumah sakit sebagai rujukan mereka. Bahkan tak sedikit yang langsung ditolak
mentah-mentah dengan alasan tidak ada kamar yang kosong. Terlihat ada
diskriminatif oleh pihak rumah sakit disana. Rakyat kecil dianggap tidak pantas
pelayanan kesahatan yang maksimal. Dan seringnya dikesampingkan saat
menunjukkan kartu JAMKESMAS.
Seperti
nasib yang dialami oleh Sahira Santika (8 bulan), buah hati dari Aam (45) dan
Yayah (40). Bayi
perempuan penderita hydrocephalus dan kanker otak tak bisa berobat karena
ditolak Rumah Sakit Umum (RSU) dr Slamet Garut, Jumat (24/2/2012). RSU dr
Slamet Garut beralasan karena yang bersangkutan tidak mempunyai kelengkapan
administrasi fasilitas Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Jikalau memang benar ada kurang kelengkapan administrasi bolehlah
diselesaikan nanti. Jangan malah membiarkan bayi yang tak tahu apa-apa
dibiarkan begitu saja. Padahal dia membutuhkan perawatan yang serius. Apakah
harus menunggu bayi tersebut meninggal dunia, baru pihak rumah sakit iba dan
mau membantu. Sangat ironis!
Pada
tahun 2009 lalu, Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan penelitian terhadap
program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS). Dengan berfokus pada
JAMKESMAS yang dilakukan di empat kota, yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi. Pendekatan penelitian dilakukan dengan kuantitatif dan kualitatif
dengan responden sebanyak 868 orang yang diambil secara acak dari 579.192
peserta Jamkesmas yang terdaftar di PT Askes.
Hasil
riset mengatakan ada enam permasalahan dari program JAMKESMAS tersebut antara
lain :
1. Data
peserta masih belum akurat,
2. Sosialisasi
belum optimal,
3. Adanya
pungutan untuk mendapatkan kartu. Selain itu, permasalahan lain
4. Adanya
peserta yang tidak menggunakan kartu ketika berobat,
5. Adanya
pasien Jamkesmas yang mengeluarkan biaya, dan
6. Masih
buruknya kualitas pelayanan pasien Jamkesmas.
Dalam
hal ini tentunya diperlukan kerjasama antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja rumah sakit, baik pemerintah
maupun swasta, selain itu juga di Puskesmas yang hendaknya lebih ditingkatkan.
Kemudian juga diperlukan data yang valid dan sosialisasi kembali agar JAMKESMAS
tepat sasaran.
Kembali lagi kepada amanat UUD 1945
kita, yaitu dalam Pasal 28H Ayat (3) bahwa “Setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.” Dan Pasal 34 bahwa Ayat (2) “ Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Dan Ayat (3) “ Negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak.”
Berdasar dengan itu tentunya pemerintah
harus semakin menunjukkan konstribusi bagi rakyatnya. Sehingga kesejahteraan
dibidang kesehatan tercapai dengan maksimal dan rakyat pun mendapat jaminan
atas hidupnya. Jangan ada lagi diskriminatif !
0 komentar:
Posting Komentar