PEMULIHAN KESADARAN PSSI
LEWAT PUNISHMENT FIFA
Kongres PSSI
beberapa hari yang lalu telah“SELESAI”
tepatnya tanggal 20 Mei 2011, hal tersebut menyisakan banyak tanda tanya,
kekecewaan dan kekhawatiran bagi para pecinta sepak bola tanah air. Berakhirnya
kongres kedua gagasan dari komite normalisasi ( KN ) yang nota bene kepanjangan
tangan dari FIFA menjadi kongres kedua yang gagal setelah sebelumnya PSSI
menggelar kongres di Pekanbaru, Riau. Kongres di Tutup oleh pimpinan sidang
yang sekaligus Ketua Komite Normalisasi ( KN ) Agum Gumelar dikarenakan kondisi
yang tidak kondusif dan peserta kongres yang sudah tidak mematuhi aturan dan
etika kongres. Bahkan dalam sebuah wawancara ditelevisi swasta Agum
Gumelar menyatakan bahwa utusan FIFA
tidak dihargai oleh salah satu peserta kongres dengan mengeluarkan kata-kata
kasar. Hasil Nol/nihilah yang menjadi “oleh-oleh” para delegasi dari
seluruh pengurus klub dan PSSI yang ada di daerahnya masing-masing untuk dibawa
pulang setelah kongres “selesai”.
Kegagalan kongres
PSSI yang kedua menjadi sebuah ancaman serius bagi seluruh pecinta sepak bola
tanah air, karena mengapa? Sangsi dari FIFA siap menanti didepan mata melihat
dinamika, kesadaran dan etika dalam kongres sudah terabaikan dan membuahkan
kegagalan TOTAL. Banyak pecinta sepak bola,anggota KN, para pemain timnas,
mantan pemain timnas, wartawan bahkan pemerintah mengharapkan sangsi untuk PSSI
tidak turun. Banyak hal yang mendasari keinginan banyak orang agar sangsi dari
FIFA tidak turun diantaranya karena jika sangsi FIFA dijatuhkan Timnas
Indonesia dan klub – klub diseluruh Indonesia tidak diperbolehkan mengikuti
ajang sepak bola dibawah naungan FIFA dalam kurun waktu sangsi yang dijatuhkan.
Suatu hal yang wajar dan manusiawi dari kekhawatiran tersebut. Tetapi apakah
hal tersebut yang mendorong pemerintah, KN dan pecinta sepak bola tanah air
lantas “mengemis” terhadap FIFA dengan berbagai mekanisme loby yang di
gembar-gemborkan agar sangsi tidak dijatuhkan?
Dalam salah satu
teori psikologi BF. Skinner,
disebutkan bahwa ada suatu mekanisme untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik
dengan adanya mekanisme reward and Punishment. Reward
merupakan sekumpulan penghargaan yang berbentuk apapun bisa materi, pujian, dan
amanah setelah pencapaian suatu prestasi, sedangkan punishment merupakan
sekumpulan hukuman/sangsi yang dapat berupa teguran, hukuman dan tekanan
setelah mencapai kesalahan / kegagalan. Dua mekanisme tersebut dalam
kenyataanya mampu membuat sesuatu menjadi lebih baik kedepannya, banyak kasus
direalitas kehidupan ini yang mampu menggambarkan hal tersebut baik secara
personal ataupun organisasi.
Apabila mau menanamkan kesadaran penuh dan tingkat
objektivitas yang matang pada diri organisasi dan personal, semestinya layak
menjadikan mekanisme pusnihment terhadap PSSI
sebagai pilihan yang paling tepat, karena mengapa ? telah jelas didepan
mata dua Kongres GAGAL dalam waktu setahun ini dengan hasil NIHIL. Kegagalan
bukan hanya dalam arti hasilnya tetapi banyak aspek yang menjadikan GAGAL dalam
kongres kali ini, kedewasaan mental para peserta kongres yang rendah, egoisme
sikap dan perilaku yang diluar etika menjadi semacam catatan tebal di mata
pencinta sepak bola tanah air dan dunia. Selain Proses dan hasil kongres yang
gagal yang lebih memprihatinkan perilaku para peserta kongres yang diluar nalar
kita semua menjadi RAPORT BURUK BAGI PSSI. Apakah hal tersebut masih tidak
layak mendapatkan SANGSI ?? PSSI mengurus organisasinya sendiri tidak pecus
dalam hal ini kongres, apalagi mengurusi PSSI selanjutnya dan persepakbolaan
ditanah air. Menurut hemat penulis Hukuman atas PSSI layak untuk diberikan
sebagai proses introspeksi dan belajar bagi pemulihan kesadaran kita semua,
kita tidak perlu terlalu cemas dan terbayang-bayang akan nasib sepak bola
Indonesia kedepan. Semestinya apabila sangsi FIFA dijatuhkan kepada PSSI hal
itu menjadi bahan pembelajaran dan pemulihan kesadaran PSSI khususnya agar
mampu memperbaiki secara internal dalam hal ini komunikasi yang intensif dan kesadaran untuk peduli masa depan sepak
bola Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar