BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pancasila
adalah rumusan
dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia
yang telah dirumuskan oleh para pendiri negeri. Pancasila juga telah memberi kekuatan hidup kepada bangsa
Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin
baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila
yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak
ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan
bangsa Indonesia.
Menyadari
bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan
secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur
yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan
sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini
begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal
ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan
berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus
istilah Pancasila. Makalah ini sedapat mungkin menghindari polemik dan
kontroversi tersebut. Oleh karena itu makalah ini lebih bersifat suatu
"perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu
dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan
rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan
Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan
rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut
turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta,
Hasil BPUPKI,
Hasil PPKI,
Konstitusi RIS,
UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden
5 Juli
1959),
Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Untuk menghidari adanya
kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi
masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1. Apa
arti Pancasila?
2. Bagaimana
kronologi perumusan Pancasila?
3. Bagaimana
penjabaran tiap-tiap sila dari Pancasila?
4. Bagaimana
pengamalan Pancasila zaman sekarang?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Dalam
penyusunan Makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. Penulis
ingin mengetahui arti Pancasila sebenarnya
2. Penulis
ingin menggali sejarah pemebentukan Pancasila sejak kemerdekaan Indonesia
3. Penulis
ingin menggali lebih dalam mengenai sila-sila yang terdapat Pancasila
4. Penulis
ingin memahami tentang pengamalan pancasila dizaman pasca kemerdekaan
D.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Dalam
penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan studi kepustakaan, yaitu
penulis mencari buku-buku dan situs internet yang berhubungan dengan Pancasila
dan kewarganegaraan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Pancasila
Pancasila
sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara
luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998
tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai
Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi
dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai
dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil
kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai
sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.
Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit. Pancasila
artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara
Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada
abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku
Sutasoma karangan Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti
“Berbatu sendi yang lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai
arti “Pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai
berikut:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras /
obat-obatan terlarang
Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia yang ditetapkan sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945. sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan
bernegara dan pemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila,
namun berdasrkan kenyataan, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut telah
dipraktikan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita teruskan sampai
sekarang.
B.
Rumusan-rumusan Pancasila
Dari kronik
sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah
muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda
namun ada pula yang sama karena dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar
negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan. Secara
berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta,
Hasil BPUPKI,
Hasil PPKI,
Konstitusi RIS,
UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden
5 Juli
1959),
Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.
Setidaknya terjadi sepuluh kali perumusan pancasila. Dalam
setiap perumusan terjadi perbedaan yang tidak jauh berbeda dari satu rumusan
dengan rumusan yang lain. Justru, dalam setiap perumusan pancasila berkembang
menjadi ideologi yang lebih ideal.
Berikut ini penulis menjabarkan rumusan-rumusan
pemembentukan pancasila :
1.
Rumusan I: Muh. Yamin, Mr.
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai
bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia
yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh. Yamin menyampaikan
usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara
tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
a) Rumusan
Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin
mengemukakan lima calon dasar negara yaitu :
1. Peri
Kebangsaan
2. Peri
Kemanusiaan
3. Peri
ke-Tuhanan
4. Peri
Kerakyatan
5. Kesejahteraan
Rakyat
b) Rumusan
Tertulis
Selain usulan lisan Muh. Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis
mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI
oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang
dipresentasikan secara lisan, yaitu:
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Kebangsaan
Persatuan Indonesia
3. Rasa
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2. Rumusan II:
Soekarno, Ir.
Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar
negara, diantaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini
disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir
Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan
calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno
pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah
berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa
(Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno
di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
a) Rumusan
Pancasila
1.
Kebangsaan Indonesia
2.
Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3.
Mufakat,-atau demokrasi
4.
Kesejahteraan sosial
5.
ke-Tuhanan yang berkebudayaan
b) Rumusan
Trisila
1.
Socio-nationalisme
2.
Socio-demokratie
3.
ke-Tuhanan
c) Rumusan
Ekasila
1. Gotong-Royong
3. Rumusan III:
Piagam Jakarta
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan
anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945.
Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945,
delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk
menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945
panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam
rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda
(kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas
untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara
golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi
Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak
diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang
dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr.
Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf
keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi
rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence).
Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para
"Pendiri Bangsa".
a) Rumusan
kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
b) Alternatif
pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta dimaksudkan untuk
memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan
menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat tersebut menjadi
sub-sub anak kalimat.
“… dengan
berdasar kepada: ke-Tuhanan,
[A]
dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut
dasar[:]
[A.1]
kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2]
persatuan Indonesia, dan
[A.3]
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan[;]
serta
[B]
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
c) Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
d) Rumusan
populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang
beredar di masyarakat adalah:
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
4. Rumusan IV:
BPUPKI
Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung
pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam
Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli
1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas
menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal
dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal
dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat
pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam
Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat
terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan
rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.
a) Rumusan
kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
b) Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
5. Rumusan V:
PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang
diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula
dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan
situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus
1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno
menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk
menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta
dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam,
diantaranya Teuku
Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo,
dan Ki Bagus Hadikusumo,
keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam
akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan
Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency exit” yang hanya bersifat
sementara dan demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam
rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk
menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar
negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini
merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia
hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
a) Rumusan
kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
b) Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia
- Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
6. Rumusan VI:
Konstitusi RIS
Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA
menjadikan wilayah Republik Indonesi semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada
akhir 1949 Republik Indonesia
yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara
federal yang disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik
Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja.
Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI
Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi
RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam
Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan)
paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949
oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.
a) Rumusan
kalimat
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan,
kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.”
b) Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
- perikemanusiaan,
- kebangsaan,
- kerakyatan
- dan keadilan sosial
7. Rumusan VII:
UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran.
Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung
dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian
yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT, dan NST. Setelah melalui beberapa
pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST,
menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS
menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS
No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia
Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS
No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini
terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun
1950.
a) Rumusan
kalimat
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan,
kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, …”
b) Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
- perikemanusiaan,
- kebangsaan,
- kerakyatan
- dan keadilan sosial
8. Rumusan VIII:
UUD 1945
Kegagalan Konstituante untuk
menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15
Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli
1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan
Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD
yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia
menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang
digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga
tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004,
dalam berbagai produk ketetapannya, diantaranya:
- Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai
Dasar Negara, dan
- Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum
dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
a) Rumusan
kalimat
“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
b) Rumusan
dengan penomoran (utuh)
- Ketuhanan Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia
- Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
9. Rumusan IX:
Versi Berbeda
Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat
rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber
Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
Indonesia.
a) Rumusan
- Ketuhanan Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial.
10. Rumusan X:
Versi Populer
Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan
diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah
yang dikenal secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai
rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD
1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan
suatu” pada sub anak kalimat terakhir.
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
a) Rumusan
- Ketuhanan Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C.
Penghayatan
dan pemngamalan Pancasila
Sesuai dengan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang tercantum
pada Tap MPR No. II/MPR/1978, ada 45 butir pengamalan Pancasila.
Sila pertama
- Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan
ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang
berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Membina kerukunan hidup di antara sesama umat
beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa.
- Mengembangkan sikap saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing.
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua
- Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan
kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan,
agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.
- Mengembangkan sikap saling mencintai sesama
manusia.
- Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan
tepa selira.
- Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap
orang lain.
- Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
- Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian
dari seluruh umat manusia.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
- Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama
di atas kepentingan pribadi dan golongan.
- Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan
negara dan bangsa apabila diperlukan.
- Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan
bangsa.
- Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan
bertanah air Indonesia.
- Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
- Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar
Bhinneka Tunggal Ika.
- Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan
bangsa.
Sila keempat
- Sebagai warga negara dan warga masyarakat,
setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang
sama.
- Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang
lain.
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama.
- Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh
semangat kekeluargaan.
- Menghormati dan menjunjung tinggi setiap
keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
- Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab
menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
- Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
- Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan
sesuai dengan hati nurani yang luhur.
- Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan
persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
- Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang
dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima
- Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
- Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati hak orang lain.
- Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar
dapat berdiri sendiri.
- Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha
yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
- Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang
bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
- Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan
dengan atau merugikan kepentingan umum.
- Suka bekerja keras.
- Suka menghargai hasil karya orang lain yang
bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
- Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
BAB
III
PENUTUPAN
A.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas. Maka dapat diambil
kesimpulan, yaitu :
1)
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia
2)
Proses pembentukan Pancasila sangat lama
3)
Pancasila mencakup aspek keagamaan dan
keduniawian
4)
Pancasila berkembang dari pemikiran-pemikiran
baru dalam kehidupan bernegara
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan
yang telah dipaparkan diatas, saya selaku penulis dapat memberi bebrapa saran
kepada pembaca, diantaranya :
1)
Kita harus mengetahui siapa yang telah
berjasa memrumuskan Pancasila
2)
Dengan mempelajari Pancasila, kita juga
belajar umtuk menjalani hidup dengan baik dan benar
3)
Pancasila adalah ideology bangsa yang
harus ditaati, diamalkan, dan dijaga keutuhannya
Perisai pada
Pancasila
1.
Bintang
2.
Rantai
3.
Pohon
beringin
4.
Kepala
banteng
5.
Padi
dan kapas
DAFTAR PUSTAKA
Ø UUD 1945
Ø Konstitusi RIS (1949)
Ø UUD Sementara (1950)
Ø Berbagai Ketetapan MPRS dan MPR RI
§ Tap
MPR No II/MPR/1978
§ Tap
MPR No XVIII/MPR/1998
§ Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966
§ Tap
MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan
Ø Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah
Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945. Edisi kedua. Jakarta:
SetNeg RI
Ø Suwarno,
P.J.. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia
Ø Tim Fakultas Filsafat UGM (2005) Pendidikan
Pancasila. Edisi 2. Jakarta: Universitas Terbuka
Ø Darmodiharjo, Darji.1995.Santiaji Pancasila.Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama
Ø WEBSITE INTERNET
1 komentar:
Thanks ya sob udah share , blog ini sangat bermanfaat sekali .............
bisnistiket.co.id
Posting Komentar