BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Indonesia sedang menuju era baru pengelolaan aset
Negara, Ruang lingkup kekayaan negara di
Indonesia secara umum meliputi dua hal yaitu: barang yang “dimiliki” negara (domein privat) dan
barang yang “dikuasai” negara
(domein publik). Kedua domein tersebut bersumber dari UUDNRI 1945. Untuk domein
privat bersumber dari pasal 23 UUDNRI 1945 sedangkan domein publik dari pasal
33 ayat (3) UUDNRI 1945. Yang dimaksud dengan barang “milik” negara adalah
semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau perolehan lain
yang sah (pasal 1 PP nomor 6 tahun 2006) sedangkan barang “dikuasai” negara
adalah bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai
oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal
33 ayat (3) UUDNRI 1945).[1]
Dalam Pengelolaan Kekayaan Negara yang
efisien, efektif dan optimal adalah kunci keberhasilan pemerintah dalam
melayani masyarakat. Untuk mencapainya maka harus dipenuhi asas-asas pemerintahan
yang baik agar pengelolaan asset tersebut bisa berjalan dengan efisien dan
efektif serta transparan.
Badan Negara yang berkecimpung dalam masalah
pengelolaan asset Negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), PTPPA yang dipercaya
untuk mengelola asset-aset eks BPPN, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb)
ke dalam Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Departemen Keuangan
Republik Indonesia.
Saat ini di Indonesia sedang terjadi berbagi masalah
mengenai pengelolaan asset-aset Negara misalnya, kasus dugaan penjualan aset
negara berupa besi jembatan kerangka baja (bailey) di Aceh, Penghunian flat
tiga Wing oleh mantan Hakim Agung, penghunian rumah dinas di Kompleks
Kemanggisan oleh Pensiunan DJP, dan penghunian rumah jabatan BKKBN oleh mantan
Wakil Kepala BKKBN, dan sebagainya. Oleh karena itu, penerapan asas-asas
pemerintahan yang baik yang terdapat dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelenggara
Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, harus segera
di implementasikan dengan baik, konsekuen, dan benar.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1) Bagaimanakah
penerapan AAUPB di Indonesia dalam hal pengelolaan asset Negara ?
C.
TUJUAN
PENULISAN
·
Untuk mengetahui implementasi AAUPB di
Indonesia terutama dalam hal pengelolaan asset-aset negara
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Indonesia merupakan Negara penganut walfare state
atau Negara kesejahteraan, sehingga penerapan AAUPB merupakan hal yang vital,
AAUPB merupkan pedoman dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap
ketentuan-ketentuan Perundang-undangan yg bersifat sumir, samar atau tidak
jelas. Setelah mengimplementasikan AAUPB Indonesia baru bisa menyandang gelar
good governance.
Good governance
ialah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung
jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara
politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan
legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.[2]
Pendirian PPA sebagai skema solusi
pengelolaan asset Negara merupakan terobosan historis yang menjadikan PPA
sebuah perusahaan dengan pola unik di Indonesia. Dalam mencapai tujuan yang
diharapkan, PPA ditugaskan untuk melaksanakan pengelolaan aset dalam kurun
waktu tertentu untuk memperoleh hasil yang optimal.
Dalam hal pengelolaan asset Negara, salah satu badan
Negara yang berperan adalah PTPPA. Dalam
melakukan pengelolaan aset yang diserah-kelolakan Menteri Keuangan, PPA bekerja
berdasarkan pada Perjanjian Pengelolaan Aset yang tata cara pengelolaannya
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 32/PMK.06/2006 tanggal 6 April 2006
yang kemudian diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan No.
92/PMK.06/2009, dimana PPA diberi kewenangan
untuk:
·
Bekerjasama
dengan pihak lain yang memiliki keahlian dalam kaitan restrukturisasi aset,
peningkatan nilai aset dan atau penjualan aset;
·
Melakukan
penagihan piutang bekerja sama dengan instansi lain seperti Panitia Urusan
Piutang Negara.[3]
Satu lembaga negara yang semakin bergigi
dan berwibawa saat ini adalah BPK, Salah satu hasil pemeriksaan BPK adalah
banyak aset yang dikuasai negara tidak wajar nilainya, bahkan belum jelas
status hukum pemilikannya. Ketidakjelasan aset negara dan nilainya yang tidak
wajar tentu bisa menimbulkan macam-macam manipulasi yang merugikan negara. Dan
itu telah terjadi dan akan terus terjadi bila pemerintah tidak segera menata
ulang aset negara. Dalam pengelolaan asset Negara ini BPK secara tidak langsung
menyatakan kesiapannya untuk memenuhi asas-asas dalam AAUPB yakni kepastian
hukum; tertib penyelenggaraan negara; keterbukaan; proporsionalitas;
profesionalitas; akuntabilitas, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Secara umum, manajemen aset baik di
perusahaan maupun Negara meliputi aktivitas: perencanaan (planning), perolehan (acquisition), pemanfaatan (utilization), dan penghapusan (disposal), aktivitas
tersebut dilaksanakan dengan berpegang pada tiga pilar utama yaitu:
1.
Keputusan yang menyangkut manajemen
aset harus didasarkan pada evaluasi atas alternatif-alternatif yang ada dengan
mempertimbangkan total biaya yang dikeluarkan, manfaat, dan risiko dari aset
tersebut.
Contoh: Saat suatu unit kerja pemerintah memerlukan
kendaraan dinas sebagai alat untuk melayani masyarakat, maka unit kerja
tersebut harus mempertimbangkan semua alternatif pengadaan kendaraan dinas.
Selama ini, sebagian besar pengadaan kebutuhan kendaraan dinas di unit kerja
pemerintah adalah melalui “membeli” tanpa mempertimbangkan alternatif untuk
“menyewa”. Seharusnya, unit kerja tersebut mempertimbangkan dengan cermat
apakah lebih murah “membeli” atau “menyewa”. Jika setelah dipertimbangkan biaya
dan manfaatnya ternyata lebih murah “menyewa” maka mengapa unit kerja tersebut
harus melakukan “pembelian” kendaraan dinas?(poin ini mengimplementasikan asas proporsionalitas, karena
untuk menjaga agar hak dan kewajiban pemerintah berjalan seirama maka harus
direncanakan manfaat dan resiko dari sebuah keputusan)
2.
Kepemilikan, pengendalian / pengawasan, pertanggungjawaban, dan pelaporan suatu
asset harus ditata dengan jelas, dikomunikasikan kepada pengguna (stakeholders), dan diimplementasikan
dengan baik. Jika pilar ini kokoh maka tidak akan ada lagi kasus lepasnya aset
Negara kepada pihak-pihak yang sebenarnya tidak berhak maupun kasus kerugian
yang dialami Negara akibat pelaporan nilai yang tidak wajar dalam neraca
pemerintah.(poin
ini menekankan pada asas akuntabilitas, bahwa hasil akhir dari keputusan
pemerintah dalam pengelolaan asset Negara harus bias dipertanggungjawabkan,
oleh karena itu dibutuhkan pengawasan terhadap asset tersebut)
3.
Aktivitas manajemen aset harus berada di bawah kerangka kebijakan manajemen
aset yang terintegrasi. Tanpa adanya kebijakan yang terintegrasi maka yang
terjadi adalah upaya tambal-sulam kebijakan dari penguasa baru yang
menggantikan kebijakan penguasa lama.[4](poin ini mengimplementasikan asas
tertib penyelenggaraan Negara, yang artinya bahwa dalam proses pengelolaan aset
Negara harus ada keteraturan, keserasian, dan keseimbangan diantara pihak yang
terlibat di dalamnya)
Sebenarnya
dengan keluarnnya UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 01
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara posisi kekayaan negara semakin baik.
Namun demikian untuk menindaklanjuti pengelolaan kekayaan negara agar lebih
profesional perlu aturan tersendiri sebagai bagain dari upaya empowering
profesional management dibidang pengelolaan kekayaan negara. Mengingat fungsi
strategisnya pengelolaan kekayaan negara berupa penggunaan dan pemanfaatan
barang milik negara untuk kepentingan nasional. Paling tidak ada dua fungsi strategis
pengelolaan kekayaan negara yaitu fungsi pelayanan dan fungsi budgeter.
Fungsi
pelayanan lebih menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan organisasi untuk
instansi pengguna dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Sedangkan fungsi budgeter dibagi dua yaitu pemanfaatan dan pemindahtanganan.
Pemanfaatan berupa sewa, kerja sama pemanfaatan, dan bangun guna serah.
Pemindahtanganan seperti penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal
negara. Khusus untuk fungsi budgeter perlu mendapatkan perhatian serius agar
tidak menimbulkan kerugian Negara.
Ada beberapa landasan penyusunan
peraturan dibidang pengelolaan negara. Landasan filosofis berupa hakekat peran
penting barang milik negara dalam penyelenggaraan pemerintah negara kesatuan
republik Indonesia untuk mencapai cita-cita dan tujuan sesuai pembukaan UUD
1945. Sehingga pengelolaannya harus ditujukan untuk pencapaian cita-cita dan
tujuan tersebut.
Landasan sosiologisnya adalah rasa
ikut memiliki masyarakat terhadap barang milik negara diwujudkan dengan
keterlibatan dalam menjaga dan merawat barang milik negara, namun dalam
pelaksanaanya masih ditemui penguasaan dan pemanfaatan barang milik negara
tanpa mengindahkan ketentuan.
Sedangkan landasan yuridisnya
adalah UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 01 tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara.[5]
Untuk
mencapai pengelolaan asset Negara yang baik maka menurut UU Perbendaharaan
Negara pengelolaan kekayaan negara harus dipisahkan antara pengelola barang
milik negara dengan pengguna barang milik negara. Pengelola barang adalah
pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan umum
pembinaan dan pengelolaan barang milik negara/daerah. Pengertian pengguna
barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik
negara/daerah.
B.
PERMASALAHAN
DALAM PENGELOLAAN ASET NEGARA
Permasalahan pengelolaan asset Negara memang sudah
biasa dalam berjalannya sebuah Negara, berikut adalah contoh masalah yang
dialami di Indonesia.
Komisi
Pemberantasan Korupsi menemukan bahwa aset negara di sektor minyak dan gas
tidak jelas pengelolaannya. Padahal, nilai aset telantar itu, Diperkirakan
asset yang terlantar tersebut sekitar Rp 225 triliun.
Barang milik
negara itu berupa bangunan, tanah, rig, kapal laut, helikopter, serta mobil. "Adanya
di mana sekarang, jumlahnya berapa, kondisinya bagaimana, nilainya berapa,
enggak ada yang tahu, padahal punya negara," ujar Wakil Ketua KPK Bidang
Pencegahan Haryono Umar.[6]
Hal ini terjadi karena pemerintah
mengalami kendala lantaran tidak punya data. Ketika Pertamina memberikandata
pada BP Migas, tiba-tiba data tersebut mengilang bagai ditelan bumi dan tidak
ada yang mengetahui keberadaannnya.
Hal seperti diatas dapat disebabkan
karena tidak dipenuhinya asas akuntabilitas dan asas profesionalitas, sehingga bisa
kehilangan asset Negara sebesar itu. Seharusnya dipilih orang-orang yang
benar-benar ahli dalam hal pendataan asset Negara tersebut.
Ada beberapa masalah lain dalam
pengelolaan aset Negara.
Komisi
Pemberantasan Korupsi menemukan 15 masalah yang dihadapi dalam pengelolaan aset
negara. Hal ini disebabkan kurangnya aturan mengenai pengelolaan aset negara.
15 Masalah ini ditemukan Tim Koordinasi, Monitoring, dan Supervisi Pelaksanaan
Inventarisasi Penertiban Barang Milik Negara Komisi Pemberantasan Korupsi
selama 2008. Masalah yang ditemukan komisi antara lain, masih banyaknya rumah
dinas atau rumah negara yang dihuni oleh pihak yang tidak berhak. Komisi
memberikan contoh antara lain, Penghunian flat tiga Wing oleh mantan Hakim
Agung, penghunian rumah dinas di Kompleks Kemanggisan oleh Pensiunan DJP, dan
penghunian rumah jabatan BKKBN oleh mantan Wakil Kepala BKKBN.[7]
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
dibutuhkan agar kejadian seperti diatas tidak terulang kembali, dengan
membentuk aturan-aturan yang tegas tapi tidak memberatkan, dan tetu saja aturan
tersebut tidak menyalahi aturan yang lebih tinggi.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Ø Indonesia
merupakan Negara penganut walfare state atau Negara kesejahteraan, sehingga
penerapan AAUPB merupakan hal yang vital
Ø Good
governance ialah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara
politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan
legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Ø Satu
lembaga negara yang semakin bergigi dan berwibawa saat ini adalah BPK dan PTPPA
Ø Fungsi
pelayanan lebih menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan organisasi untuk
instansi pengguna dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Ø Fungsi
budgeter dibagi dua yaitu pemanfaatan dan pemindahtanganan. Pemanfaatan berupa
sewa, kerja sama pemanfaatan, dan bangun guna serah. Pemindahtanganan seperti
penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal negara.
Ø Untuk
mencapai pengelolaan asset Negara yang baik maka menurut UU Perbendaharaan
Negara pengelolaan kekayaan negara harus dipisahkan antara pengelola barang
milik negara dengan pengguna barang milik negara.
B.
SARAN
Ø Saran
kami, dalam hal pengelolaan asset Negara harus dipilih orang-orang yang
benar-benar professional, netral, dan berakhlak mulia di dalamnya, dan juga
harus dibuat perencanaan yang kurat dan jelas agar pemerintah tidak
‘kecolongan’ asset Negara ke tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Akan tetapi, mesyarakat juga harus diberikan pendidikan politik agar mereka
tahu apa saja yang merupakan asset Negara dan dapat ikut mengawasinya bersama
pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Ø http://pbmkn.perbendaharaan.go.id,
diakses tanggal 3 Juni 2011
Ø http://www.kompas.com,
diakses tanggal 3 Juni 2011
Ø http://nasional.vivanews.com,
diakses tanggal 3 Juni 2011
Ø “Asset
Management: Advancing the State of the Art Into the 21st Century Through
Public-Private Dialogue” yang diterbitkan oleh. Federal Highway
Administration and the American Association of State Highway and Transportation
Officials tahun 1996
Ø http://www.ptppa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=48&Itemid=53&lang=in,
diakses tanggal 3 Juni 2011
Ø http://opini.wordpress.com/2007/06/23/menata-ulang-aset-negara,
diakses tanggal 3 Juni 2011
Ø UUDNRI
1945
Ø UU
No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Ø UU
No. 01 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Ø UU
No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
[2]
World Bank
[3] http://www.ptppa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=48&Itemid=53&lang=in
[4] “Asset
Management: Advancing the State of the Art Into the 21st Century Through
Public-Private Dialogue” yang diterbitkan oleh. Federal Highway
Administration and the American Association of State Highway and Transportation
Officials tahun 1996
[5] http://pbmkn.perbendaharaan.go.id/
[6]
http://www.kompas.com
[7] http://nasional.vivanews.com/
0 komentar:
Posting Komentar