RESUME HUKUM JAMINAN
Ø HUKUM JAMINAN
·
Istilah hukum jaminan merupakan
terjemahan dari security of law, zekerheidstelling, atau zekerheidsrechten.
Istilah hukum jaminan meliputi jaminan kebendaan maupun perorangan.[1]
·
Jaminan kebendaan meliputi gadai,
fidusia dan hak tanggungan. Sedangkan jaminan perorangan, yaitu penanggungan
utang (borgtocht)
·
Kenapa muncul hak jaminan?
1. Untuk
memberikan kepastian kepada kreditor
2. Karena
dalam KUHPerdata Pasal 1131 menyatakan
“Segala barang-barang bergerak dan tak
bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi
jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.”[2]
Jadi
para debitor harus memberikan barang kepemilikannya, sebagai jaminan untuk
utang-piutang yang dilakukan dengan kreditor.
3. Penjualan debitur hak untuk lebih
didahulukan didalam mengambil pelunasan atas barang – barang
Ø Gadai (pandrecht)
·
Gadai diatur dalam KUHPerdata BAB XX
GADAI Pasal 1150 sampai 1160
·
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur
atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh
kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada
kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui
kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan
putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya
penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan
yang harus didahulukan.[3]
·
Bagaimanakah contoh pelaksanaan gadai?
A
berhutang pada B sejumlah Rp 15.000.000,00 dengan jaminan sebuah motor dengan harga
sebesar Rp 16.000.000,00. A dan B memilih gadai karena :
1) Motor
dipegang oleh B, sehingga memberikan rasa aman kepada B apabila A wanprestasi.
Atau biasa disebut sebagai hak
retentie, yakni hak untuk menahan benda gadai sampai
terlunasinya hutang
2) Eksekusi
motor lebih mudah apabila A wanprestasi, karena motor sudah ditangan.
3) Sulit
mengukur kelayakan kredit seseorang, sehingga dibutuhkan sebuah jaminan untuk
masa depan.
·
Gadai bersifat accesoir, yaitu bahwa eksistensi atau adanya penanggungan itu
tergantung dari adanya suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang
pemenuhannya ditanggung atau dijamin dengan perjanjian penanggungan itu.[4]
Selain itu, gadai merupakan perjanjian “riil” bukan konsensuil, yang artinya
bahwa perjanjian sah dan mengikat setelah barang diserahkan kepada penerima
gadai.
·
Sebagai penjelas keterangan diatas
adalah contoh berikut :
X berhutang pada Y
sebesar Rp 32.000.000,00 dengan jaminan gadai 5 buah PC (Personal Computer) seharga Rp 20.000.000,00 dan motor seharga Rp
12.000.000,00. Perjanjian baru sah ketika X memberikan barang-barang tersebut
kepada Y, dan Y memberikan uangnya kepada X. Apabila, selama utang berjalan,
kemudian barang yang dijaminkan tersebut musnah (bukan karena kelalaian Y
sebgai pemegang gadai), maka perjanjian utang tetap berlangsung, karena
batalnya gadai tidak membatalkan perjanjian pokok. Akan tetapi jika perjanjian
pokoknya berpindah secara mutatis mutandis gadainya juga ikut berpindah. Dan
dalam KUHPerdata Pasal 1157 Kreditur bertanggung jawab atas kerugian atau
susutnya barang gadai itu, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya.
o
Bagaimana apabila X sudah membayar
setengah dari hutangnnya, bolehkah X mendapat sebagian barangnya?
X tidak bisa
mendapatkan sebagian barangnnya karena, gadai itu tidak dapat dibagi-bagi,
meskipun utang itu dapat dibagi antara para ahli waris debitur atau para ahli
waris kreditur. Ahli waris debitur yang telah membayar bagiannya tidak dapat
menuntut kembali bagiannya dalam barang gadai itu, sebelum utang itu dilunasi
sepenuhnya[5].
Artinya, bahwa dengan dibayarnya sebagian utang tidak berakibat hapusnya
sebagian gadai.
Sebagai catatan bahwa Pandbezit (pemegang gadai), tidak boleh
menggunakan barang jaminan, walaupun secara yuridis bezitter is eignaar.
·
Benda yang dapat digadaikan hanyalah
benda bergerak, baik bertubuh ataupun tidak bertubuh, berikut ini adalah
penjelasannya :
1) Benda
bergerak yang bertubuh (ada bendanya secara nyata), menggunakan penyerahan
nyata. Artinya saat perjanjian utang-piutang, benda tersebut langsung
diserahkan menggunakan cara Traditio
Brevi Manu (lung-lungan)
2) Benda
bergerak yang tidak bertubuh (berupa hak) dibagi menjadi tiga :
a. Piutang
atas tunjuk à Endossement
b. Piutang
atas nama à Cessie
c. Piutang
atas bawa à penyerahan
surat utang
·
Khusus, untuk gadai yang tak bertubuh
yang digadaikan adalah tagihannya (haknya). Sedangkan suratnya hanyalah sebagai
bentuk penyerahan. Untuk tagihan yang berupa cessie (atas nama) harus diberi
tahukan kepada debitornya terlebih dahulu.
Misalnya,
Rudy memiliki piutang dengan Oky, lalu Rudy menggadikan piutang tersebut dengan
piutang atas nama (cessie) kepada Huda. Tentu saja Oky harus diberitahu lebih
dulu. Akibatnya, apabila Rudy wanprestasi, maka Oky harus membayar piutangnya
kepada Huda.
·
Gadai dapat dijaminkan untuk 2 piutang
atau lebih, sebagai penjelas adalah sebagai berikut :
Ali
berhutang pada Ahmad sebesar Rp 10.000.000,00 dengan jaminan gadai berupa emas
batangan seberat 500 gram. Kemudian Ali juga menjaminkan emas tersebut kepada
Alex untuk uang sebesar Rp. 15.000.000,00. Tentu saja semua pihak mengetahui
dan sadar. Batas pembayaran Kepada Ahmad adalah 25 Desember 2011, sedangkan
pembayaran dengan Alex adalah 15 Desember 2011.
o
Bagaimana dengan barang gadai yang
dijaminkan tersebut?
Barang
gadai tersebut tetap dipegang oleh Ahmad, dan dapat dilelang jika sudah
terlewat 25 Desember 2011. Sedangkan untuk Alex, dia tidak bisa serta merta
melelang barang gadai tersebut, dan dia harus menunggu hingga melewati tanggal
25 Desember 2011.
Hal
ini disebabkan karena hak gadai yang lahir lebih dulu mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi.
·
Hak dan Kewajiban pemegang gadai
1) Menurut
KUHPerdata,
“Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak
disepakati lain, maka jika debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi
kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah
dilakukan peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan
tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang
gadainya dihadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan
persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan
bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu.”[6]
Artinya
bahwa pemegang gadai bisa menjual barang gadai apabila penerima gadai (debitor)
wanprestasi. Penjualan dilakukan melalui lelang baik secara tertutup ataupun
secara terbuka. Tergantung nilai barang yang mejadi gadai.
Adapun
menurut KUHPerdata Pasal 1155 (2), Bila gadai itu terdiri dan barang dagangan
atau dan efek-efek yang dapat diperdagangkan dalam bursa, lelang dapat
dilakukan ditempat tinggal pemegang gadai dengan perantara 2 orang makelar.
Pemegang
gadai juga dapat membeli barang gadai itu untuk dirinya sendiri. misalnya
Markus
menggadaikan mobilnya kepada Wachid, ternyata Markus wanprestasi. Karena Wachid
suka dengan mobil itu, dia meminta hakim agar dia bisa membeli barang gadai
tersebut tanpa melalui lelang, sebagai pelunasan utang Markus.
2) Kewajiban
dari pemegang gadai tentu saja menyimpan dan merawat benda gadai. Dan
bertanggung jawab atas kerusakan terhadap benda gadai karena kealalaiannya
sendiri.
·
Hak dan kewajiban pemberi gadai
1) Hak
pemberi gadai adalah sebagai berikut :
v Menerima
benda gadai apabila utang telah lunas
v Menerima
sisa hasil jual barang gadai apabila terjadi lelang/eksekusi
v Menarik
benda gadai apabila pemegang gadi menyalahgunakan barang tersebut.
Sebagai contoh, Anton
menggadaikan TV 72” miliknya kepada
Budi, ketika Anton sudah melunasi utangnya tersebut Budi harus mengembalikan TV
tersebut kepada Anton. Sebaliknya apabila Anton wanprestasi, maka Budi berhak
meng-eksekusi TV, kemudian apabila masih ada sisa hasil pelelangan, Budi wajib
mengembalikannya kepada Anton. Untuk, cerita yang lain, Anton bisa saja menarik
TV kembali karena Budi menggunakan TV tersebut untuk hal yang tidak benar,
seperti menyewakannya tanpa seizin Anton.
2) Kewajiban
pemberi gadai adalah melepaskan (dengan cara penyerahan/levering) kekuasaan atas benda kepada pihak kreditor atau pihak
ketiga.
·
Gadai saham
§ Gadai
saham atas nama dilakukan dengan memberitahukan kepada PT yang mengeluarkan
saham tersebut dengan diikuti penyerahan saham. Saham yang digunakan adalah
saham yang dijual-belikan di bursa efek.
§ Dalam
praktek gadai saham, sering kali saham sebgai barang gadai dijual lalu diganti
dengan saham sejenis, walaupun hal ini menyimpangi prinsip gadai yang merupakan
jaminan, yang tidak boleh digunakan untuk hal lain.
·
Gadai surat gaji dan pensiun
§ Dilakukan
dengan kuasa pengambilan gaji dan penandatanganan oleh bedaharawan sebgai
pemberitahuan.
§ Tidak
memberikan rasa aman kepada kreditor (pemegang gadai), karena ketika debitor
wafat, maka gaji dan pensiunnya akan berhenti. Tentu saja jaminan gadainya pun
akan berhenti
Contohnya, H. Abdul
menggadaikan pensiunnya sebagai mantan guru kepada Tahkim, sebelum H. Abdul
melunasi utangnya beliau wafat. Tahkim tentu saja kehilangan jaminan, dan ahli
waris almarhum juga tidak mau memberi jaminan, walaupun merekalah yang wajib
membayar hutangnya. Akibatnya, Tahkim tidak bisa melakukan eksekusi apapun
karena tidak ada jaminan ditangannya.
·
Hapusnya gadai
1) Apabila
benda gadai dikeluarkan dari kekuasaan Penerima Gadai dan kembali ke tangan
Pemberi Gadai;
2) Manakala
perikatan pokok telah dilunasi atau jika utang pokok telah dilunasi semuanya
atau telah hapus;
3) Hilangnya
atau dicurinya benda gadai dari penguasaan Pemegang Gadai/Penerima Gadai
(musnahnya benda gadai);
4) Dilepaskannya
benda gadai secara sukarela oleh Pemegang/Penerima Gadai.
Ø PENANGGUNGAN UTANG (BORGTOCHT)
·
Penanggungan utang diatur di KUHPerdata
Pasal 1820 sampai 1850
·
Penanggungan utang adalah perjanjian
dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang (kreditur)
mengikatkan diri untuk memenuhi perjanjian si berutang (debitur) manakala orang
ini sendiri (debitur) tidak memenuhinya (wanprestasi).[7]
Sepertinya halnya gadai, borgtocht merupakan perjanjian accessoir, yang artinya
bahwa borgtocht tidak bisa berdiri sendiri karena harus ada perjanjian pokok
sebagian tempat menempelnya yaitu utang-piutang ataupun kredit. Misalnya adalah
sebagai berikut :
Pardi
(16 tahun) seorang siswa SMA yang belum membayar utang SPP sebesar Rp
1.000.000,00 kepada SMAnya, sehingga (kemungkinan) ia tidak bisa mengikuti UAN.
Padahal secara yuridis utang semacam ini dapat dibatalkan karena tidak memenuhi
Pasal 1320, terutama pada poin 1 dan 2. Karena iba, Kasim seorang miliyarder
bersedia menjadi penanggung utang dari Pardi, dia juga tidak harus
memberitahu Pardi. Pembayaran yang dilakukan oleh Kasim tidak boleh lebih besar
dari utang Pardi, akan tetapi Kasim bisa membayar untuk jumlah yang lebih kecil
atau sama dengan Rp 1.000.000,00
o
Siapakah orang yang dapat menjadi
penanggung utang?
Mereka
adalah orang yang cakap hukum (sesuai Pasal 1320), kuat dalam urusan materi
(ekonomi), dan tinggal di Indonesia
·
Hak Penanggung
v Menurut
Pasal 1831, penanggung berhak menuntut penjualan Harta-benda si berutang ini
harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya. Artinya bahwa
Penaggungan merupakan tindakan cadangan, apabila debitor tidak bisa membayar.
Akan tetapi terdapat pengecualian, bahwa penanggung tidak dapat menuntut supaya
barang milik debitur lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya:
1. apabila
ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukannya lelang-sita
lebih dahulu atas harta-benda si berutang tersebut :
2. apabila
ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama, dengan si berutang-utarna secara
tanqqunq-rnenanggung; dalam hal ini akibat-akibat perikatannya diatur menurut
asas-asas yang ditetapkan untuk utang-utang tanggung-menanggung ;
3. jika
si berutang dapat mengajukan
suatu
tangkisan yang hanya rhengenai dirinya sendiri secara pribadi ;
4. jika
si berutang berada dalam keadaan pailit ; dan
5. dalam
halnya penanggungan yang diperintahkan oleh Hakim.[8]
v Hak
untuk membagi/memecah utang apabila ada beberapa penanggung.
v Adanya
hak subrogasi (penanggung yang telah membayar, menggantikan demi hukum segala
hak berpiutang terhadap si berutang)
v Hak
untuk mengajukan tangkisan
v Hak
regres (penanggung meminta dibayar kembali oleh debitor atau meminta ganti
rugi)
Sebagai contoh adalah
sebagai berikut,
Risa menggadaikan
motornya kepada Hamid, lalu Karto menjadi penanggung Risa dan melunasi
utangnya. Alhasil, penguasaan motor tersebut pindah kepada Karto, dan Risa bisa
membayar utang kepada Karto. Perpindahan inilah yang disebut hak subrogasi.
o
Bagaimana jika ada 2 penanggung atau
lebih?
Semisal,
penanggung tidak hanya Karto, tapi bersama 2 temannya Fazil dan Herman. Maka
dilihat, pembayaran Risa tersebut dibagi kepada tiga orang tersebut, tentu saja
yang penguasaan motor tersebut adalah Penanggung Utama, yaitu Karto.
o
Bagaimana jika Hamid mengembalikan
barang tersebut kepada Risa?
Maka,
Karto bisa berhenti dari jabatan Penanggung, karena sudah kehilangan hak
subrogasinya, karena kesalahan kreditor. Tapi dia juga bisa tetap meneruskan
Penanggungannya.
·
Penanggung bisa terdiri dari beberapa
orang, masing-masing kreditor memiliki hak regres kepada debitor (selama
debitor tidak pailit). Akan tetapi, yang lebih diutamakan adalah Penanggung
utama (yang menanggung debitor pertama kali atau orang yang melunasi utang
debitor), barulah para Penanggung belakang.
o
Untuk penjelasan adalah contoh berikut
ini,
Andi
menggadaikan mobil kepada Jono, kemudian ada dua penanggung yang muncul, Hadi
merupakan Penanggung utama yang muncul pertama, sedangkan Umi adalah Penanggungan
belakangan.
Apabila Hadi bisa melunasi utang secara penuh,
maka Andi bisa membayar ke Hadi, peranan Umi adalah meneruskan pembayaran Hadi
jika dia tidak bisa melanjutkannya. Akan berbeda, jika mereka berdua membayar
secara bersamaan, maka ‘ganti rugi’ harus dibagi pada mere berdua.
·
Macam-macam bentuk Penanggungan
v Jaminan
orang
v Bank
garansi (yang dijamin adalah nasabahnya)
v Surety bond (yang
menjamin asuransi)
v Jaminan
pembangunan (penanggungan yang dilakukan pemborong II atas pemborong I karena
tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya. Jaminan ini guna menjaga agar
pembangunan tetap berlanjut tanpa ada kerugian)
·
Hapusnya penanggungan
v Menurut
Pasal 1845, karena Hapusnya perikatan pokok (seperti diatur dalam Pasal 1381
dst)
v Percampuran
yang terjadi diantara harta pribadinya si berutang-utama dan harta pribadinya
si penanggung utang, Dengan percampuran yang disebutkan itu hapuslah perikatan
antara si berutang-utarna dan. si penanggung, karena hak dan kewajiban kedua
pihak berkumpul dalam satu tangan.
Misalnya,
harta karena perkawinan, antara A penanggung dan B kreditor.
v Adanya
tangkisan dari penanggung
v Penanggung
kehilangan hak subrogasi
v Menurut
Pasal 1849, Jika si berpiutang secara sukarela menerima suatu benda tak
bergerak maupun suatu benda lain sebagai pembayaran atas utang pokok
v Sudah
lewat10 tahun
Ø FIDUSIA (FIDES)
·
Fidusia diatur dalam Undang-undang No.
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000
tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan
Fidusia.
·
Fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik
benda.[9]
·
Siapa pihak yang bermain dalam fidusia?
v Yang
pertama adalah pemberi fidusia, yaitu orang atau korporasi pemilik objek
jaminan fidusia
v Yang
kedua adalah penerima fidusia, yaitu orang atau korporasi yang mempunyai
piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan fidusia
·
Objek Fidusia yang pertama adalah benda
bergerak (bertubuh atau tak bertubuh dan terdaftar atau tak terdaftar).
o
Bagaimana jika barang yang dijaminkan
belum ada?
Barang-barang yang
masih akan ada dikemudian hari dapat
juga menjadi obyek dari fidusia, yitu barang-barang yang pada saat
terjadinya perjanjian fidusia masih belum ada, tetapi diperoleh kemudian.[10]
Hal ini sesuai dengan KUHPerdata Pasal 1334.
Sebagai contoh, Yani
berutang pada Bank Denmak dengan barang dagangannya untuk kredit rekening
berjalan, jaminan barang dagangan ini pasti berubah terus sesuai kebutuhan
pasar. Untuk jaminan fidusia, benda-benda ini harus dicatatkan dalam Akta
Jaminan Fidusia, untuk menjamin kreditur.
·
Obyek fidusia yang kedua adalah benda
tidak bergerak (yang tidakn bisa dibebani dengan hak tanggungan atau
hipotik. Menurut Pitlo, fidusia juga dapat dilaksanakan terhadap benda tetap,
meskipun dalam praktek jarang terjadi.[11]
o
Apa saja hak atas tanah yang dimaksud
dalam benda tidak bergerak?
Menurut Pasal PMA Nomor
15 Tahun 1961, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan yang telah
terdaftar. Dan dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 16 Tahun1985 Tentang Rumah
Susun, diatur bahwa hak pakai atas tanah negara bisa dibebani jaminan fidusia.
·
Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam
Pasal 11-26 UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Tujuannya agar
memberikan kepastian hukum kepada kreditor, debitor dan pihak ketiga (dalam hal
ini pembeli), serta memberikan hak preferent kepada penerima fidusia terhadap
kreditor lain. Dengan akta jaminan fidusia, maka Penerima Fidusia atau Kreditur
dapat melakukan eksekusi tanpa perantara pengadilan, karena Sertifikat
Jaminan Fidusia (SJF) tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
·
Dalam pembuatan SJF, ada beberapa tahap
yaitu sebagai berikut :
1. Benda
yang dijaminkan didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia di Kanwil HUKHAM.
Kemudai dicatat di Buku Daftar Fidusia, tentu saja harus disertai syarat-syarat
yang lengkap dan benar.
2. Kantor
Pendaftaran Fidusia menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia, dan tanggal yang
tercantum saat penerimaan permohonan adalah tanggal lahirnya
3. Diterbitkannya
Sertifikat Jaminan Fidusia, diawali irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA”, yang artinya memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan
keputusan pengadilan yang sudah final
o
Dalam praktik penandatanganan akta
perjanjian kredit, terutama untuk objek jaminan fidusia tidak selaku diikat
dengan akta Jaminan Fidusia, dan dengan sendirinya jaminan tidak dibebani
dengan jaminan fidusia dan tidak didaftarkan.
Misalnya, A menjaminkan
fidusia 27 motornya kepada Bank Andalusia, apabila ada indikasi A akan
wanprestasi, biasanya bank akan membuat akta perjanjian pokok secara notariil.
Akan tetapi, dalam praktik pelaksanaannya tidak semua perjanjian pokok dibuat
secara Notariil, tetapi Bank atau Kreditur membuat perjanjian pokok secara
dibawah tangan, termasuk pula apabila ada perubahan atau pembaharuannya. Hal
ini sangat memojokkan debitor, karena barangnya bisa dijual kapanpun, disaat
bank merasa bahwa debitor akan wanprestasi.
·
Hapusnya jaminan fidusia
v Manakala
perikatan pokok telah dilunasi atau jika utang pokok telah dilunasi semuanya
atau telah hapus;
v Pelepasan
hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima fidusia
v Musnahnya
benda objek jaminan fidusia (kecuali benda diasuransikan)
·
Eksekusi dalam jaminan fidusia dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
a. Sesuai
dengan Groose Sertifikat jaminan Fidusia
b. Berdasarkan
parate eksekusi, menurut Pasal 1240 dan 1241 KUHPerdata apabila debitor
wanprestasi maka seorang kreditor dapat dikuasakan oleh hakim untuk mewujudkan
atau merealisasikan sendiri apa yang menjadi haknya menurut perjanjian dengan
biaya ditanggung oleh debitor.[12]
c. Penjualan
di bawah tangan.
Ø HAK TANGGUNGAN
·
Dasar hukum mengenai hak tanggungan
diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
·
Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut
HakTanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda
lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain.[13]
·
Hak tanggungan hanya dapat dibebankan
atas tanah yang ditentukan secara spesifik dalam Pasal 8 dan 11 (1) huruf e
UUHT
o
Tanah yang dimaksud adalah hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai sebagai agunan kredit dan hak
pakai atas tanah negara ataupun tanah milik. Termasuk bangunan diatasnya jika
diperjanjikan
Sebagai contoh, Ali
menjaminkan hak milik atas tanahnya yang seluas 2000m2 tidak beserta
bangunan diatasnya dengan hak tanggungan kepada Bank Toba untuk uang sebesar Rp
500.000.000,00. Dalam perjanjian ini harus dilakukan sesuai dengan per-uu-an
yang berlaku, dengan mencantumkan secara spesifik tanah yang dimaksud, dilakukan
dengan i’tikad baik. Kemudian Ali sebagai debitor, membuat APHT (Akta
Pembebanan Hak Tanggungan) di PPAT untuk menyempurnakan perjanjian yang
telah dibuat. Selanjutnya, APHT tersebut dibwa ke Kantah (Kantor Pertanahan),
agar segera dikeluarkan sertifikat hak atas tanah.
o
Adapun, didalam APHT terdapat tiga
isian, yaitu :
1. Isi
wajib, berisi data yuidis dan fisik tanah, serta data
diri lengkap pemegang dan pemberi hak tanggungan, tidak lupa nilai dari
tanggungan.
2. Isi
fakultatif, berisi tentang perjanjian-perjanjian diantara
kedua belah pihak. Misalnya, janji pemberi HT (debitor) untuk tidak mengubah
bentuk obyek tanggungan, tanpa persetujuan pemegang HT (kreditor).
3. Isi
larangan, berisi ancaman terhadap debitor (pemberi HT) jika
dia wanprestasi atau cidera janji.
Sebagai catatan, sama
halnya dengan SJF, bahwa didalam APHT juga memiliki irah-irah “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang artinya APHT memiliki kekuatan
eksekutorial atau sama dengan keputusan pengedalian yang inkracht (tetap).
o
Bagaimana apabila Ali tidak membuat APHT
sendiri, melainkan diwakili oleh orang lain?
Menurut Pasal 15 UUHT,
dalam penyerahan kuasa, maka harus dibuat surat kuasa yang bersifat khusus dan
otentik, yang disebut SKMHT (Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan). Ada
syarat-syarat untuk membuat SKMHT, yaitu sebagai berikut :
1) Harus
dibuat dengan akta Notaris atau PPAT.
2) Kuasa
yang diberikan hanya mengenai HT itu saja.
3) Tidak
mengandung hak substitusi (menggantikan)
4) Menyebutkan
dengan jelas, isi data yuidis dan fisik tanah, serta data diri lengkap pemegang
dan pemberi hak tanggungan, tidak lupa nilai dari tanggungan.
5) SKMHT
HANYA berakhir jika tugas telah selesai dilaksanakan atau karena telah
habis jangka waktunya.
v Untuk
tanah yang sudah terdaftar, jangka waktunya 1 bulan setelah SKMHT diberikan.
v Untuk
tanah yang sudah belum terdaftar, jangka waktunya 3 bulan setelah SKMHT
diberikan.
·
Hapusnya hak tanggungan (diatur dalam
UUHT Pasal 18)
v Hapusnya
perjanjian pokok.
v Dilepaskan
oleh pemegangnya.
v Pembersihan
Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan
pembeli obyek hak tanggungan, jika hasil penjualan obyek Haak Tanggungan tidak
cukup untuk melunasi semua utang debitor.jika tidak diadakan pembersihan, Hak
Tanggungan yang bersangkutan akan tetap membebani obyek yang dibeli.
Pembersihan Hak Tanggungan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 19.[14]
v Hapusnya
hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan (hal ini tidak membuat perjanjian
pokok ikut hapus)
·
Contoh penjelas yaitu sebagai berikut :
Agus
mengambil kredit ke Bank Candra Dimuka sebesar Rp 350.000.000,00, dengan
membebankan hak tanggungan pada tanah HM miliknya yang seluas 5 ha. Karena Agus
sangat sibuk, sehingga tidak bisa membuat APHT, maka diapun membuat SKMHT
kepada Resa agar dia yang mengurusi APHT tersebut. Untungnya, HM itu sudah
bersertifikat, sehingga tidak mempersulit langkah Resa dalam pembuatan APHT.
Setelah APHT selesai maka didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat agar
diterbitkan sertifikat.
o
Bagaimana jika Agus wanprestasi? Apa
yang bisa dilakuka oleh Bank candradimuka?
Apabila Agus sebagai
pemeberi hak tanggungan (debitor) wanprestasi, maka sesuai ketentuan dalam
pasal 20 UUHT, pemegang tanggungan (debitor) dalam hal ini bank, bisa melelang
obyek tanah tersebut untuk mendapat pelunasan utang. Hal ini juga dikuatkan
dengan irah-irah yang tercantum dalam APHT.
Untuk penanda, bahwa
sekalipun Agus mengalami kepailitan (bankrut), bank masih bisa melkukan segala
hak yang diperolehnya sesuai UUHT.
Ø Lain-lain
·
Dalam gadai, fidusia, dan HT terdapat
hak yang disebut Hak Preference, yitu hak untuk didahulukan bagi
kreditor dalam mendaptkan kembali pembayaran piutang dari debitor yang
mengalami kepailitan. Kreditor yang didahulukan disebut Kreditor Preference,
sedangkan yang tidak didahulukan disebut Kreditor konkuren
Misalnya,
Udin menggadaikan sepeda federal miliknya seharga Rp 1.000.000,00 kepada Ahmed
untuk uang senilai Rp 200.000,00. Kemudian, Udin menggadaikan lagi sepedanya
kepada Evi, senilai Rp 350.000,00. Ternyata Udin wanprestasi dan tidak bisa
membayar utangnya. Dalam hal seperti ini, Ahmedlah yang berhak menjual sepeda
tersebut, karena dia penerima gadai yang pertama. Lalu, Evi menerima pembayaran
setelah utang terhadap Ahmed lunas oleh penjualan tersebut.
·
Dalam gadai dan fidusia bisa dilakukan
dengan benda bergerak tak bertubuh, salah satunya dengan piutang atas nama –
cessie, untuk memperjelas adalah contoh berikut ini :
Dwi berhutang pada Adi
sebesar Rp 35.000.000,00 dengan jaminan gadai 3 buah motor Jupiter MX. Ternyata
Adi sedang terpepet dan membutuhkan uang dengan cepat, lalu dia memfidusiakan
piutangnya kepada Syukron dengan menggunakan akta cessie, untuk uang sebesar Rp
20.000.000,00.
o
Bagaimana jika Adi ingin berutang kepada
Syukron lagi?
Karena nominal piutang
yang dimiliki Adi lebih besar daripada utang yang dimintakan pada Syukron, maka
Adi bisa berhutang lagi tanpa harus membuat akta cessie baru. Tentu saja, hal
ini tidak menggugurkan utang sebelumnya (jika belum terbayar).
o
Bagaimana jika Adi wanprestasi terhadap Syukron?
Apabila adi wanprestasi
terhadap Syukron, sudah jelas piutangnya diambil, dan Dwi harus berpindah
membayar kepada Syukron. Dan Dwi hanya membayar kepada Syukron sebesar utang
yang diambil Adi. Kemudian posisi kembali semula, yakni Dwi membayar kepada
Adi.
o
Contoh lain mengenai jaminan benda
bergerak-tak bertubuh, 03 Maret 2012 Deposito (senilai Rp 15.000.000,00) milik
Salam baru bisa cair, ternyata dia butuh uang pada tanggal 13 Januari 2012.
Sehingga ia menggadaikan depositonya kepada Yudha untuk uang senilai Rp
10.500.000,00. Hal ini karena jika Salam menarik uang sebelum waktunya, maka
dia akan dikenai penalty (denda) dari
Bank tersebut.
·
Didalam jaminan fidusia, tidak
diperkenankan adanya fidusia ulang, karena menurut Pasal 17 UUJF, bahwa hak
kepemilikan atas Benda tersebut telah beralih kepada Penerima Fidusia, sehingga
tidak diperbolehkan bagi pemberi fidusia untuk memfidusiakan lagi obyek
miliknya tersebut.
DAFTAR PUSATAKA
BUKU/JURNAL
ü Keputusan
Seminar Hukum Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum UGM, tanggal 9-11
Oktober 1978, di Yogyakarta.
ü Prof.
Dr. Ny. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H, Op.Cit.
ü Patrik,
Purwahid dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi
Revisi. Semarang: Pusat Studi Hukum Perdata dan Pembangunan Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, 1995.
ü Subekti,
R. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1995.
ü Subekti.
Hukum Perjanjian. Jakarta : PT.
Intermasa, 1987.
ü Widyadharma,
Ridwan Ignatius. Hak Tanggungan Atas
Tanah. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1996.
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
ü Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie), Staatsblad
Tahun 1847 Nomor 23
ü Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah
ü Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
ü Undang-Undang
Nomor 16 Tahun1985 Tentang Rumah Susun
ü Peraturan
Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1961
SUMBER
LAIN
ü Powerpoint
Ibu Suciningtyas, SH.MHum
[1] Keputusan Seminar Hukum Jaminan yang diselenggarakan
oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerja sama dengan
Fakultas Hukum UGM, tanggal 9-11 Oktober 1978, di Yogyakarta.
[2] Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie), Staatsblad
Tahun 1847 Nomor 23, Pasal 1131
[3] Ibid, Pasal 1150
[4] Subekti, R. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1995, hal 164
[5] Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie), Staatsblad
Tahun 1847 Nomor 23, Pasal 1160
[6] Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie), Staatsblad
Tahun 1847 Nomor 23, Pasal 1151 (1)
[7] Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie), Staatsblad
Tahun 1847 Nomor 23, Pasal 1820
[8] Subekti, R. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1995, hal 167-168
[10]
Prof. Dr.
Ny. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H, Op.Cit.,
hal 31
[11]
Patrik,
Purwahid dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi
Revisi. Semarang: Pusat Studi Hukum Perdata dan Pembangunan Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, 1995.
[13]
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah, Pasal 1 angka 1
[14]
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah, Pasal 18 (3)
0 komentar:
Posting Komentar